Indonesia
Raka BarataAku bisa mendengar nafas kasarnya dari ujung telepon. Rezky dengan suara nyaring membuat telingaku seketika berdengung, "Masih di Bandung? Kapan lo balik ke Jakarta?"
Suara teriakannya benar-benar membuat gendang telingaku hampir pecah. Aku bisa memaklumi, ia marah karena beberapa hari ini aku selalu menghindari teleponnya. Rezky dan Levina sudah kembali ke Jakarta, sementara aku masih menghabiskan sisa izinku disini.
Bukan tanpa alasan aku belum bisa kembali ke Jakarta, seminggu setelah makan malam bersama Jared dan Janet membuat aku semakin egois atas mereka. Ada satu sisi hatiku yang selalu ingin menghabiskan waktu dengan anak-anakku. Aku semakin rakus untuk membalas tujuh tahun waktuku yang hilang.
Selama seminggu ini, aku terus berusaha untuk masuk perlahan-lahan ke dalam kehidupan mereka. Mulai dari berusaha meluluhkan hati Janet dengan mengajaknya makan es krim tanpa sepengetahuan Kinara. Kinara tak membiarkan anak-anak mengkonsumsi es krim lebih dari sekali seminggu, itu yang membuat Penggemar es krim seperti Janet begitu senang saat aku mengajaknya mampir ke kedai es krim khas Italia.
Tak sampai disitu, aku mengajak Janet pergi ke Observatorium Boscha untuk mengikuti tour exclusive. Senyum bahagia begitu kentara diwajah Janet begitu memasuki bangunan putih dengan teropong besar. Aku sangat bangga ketika Janet melemparkan tatapan kagum saat aku menerangkan tentang benda-benda angkasa. Sungguh, bukan hal yang sia-sia semalam sebelumnya aku membaca lima buku astronomi.
Tapi yang paling berat adalah meluluhkan hati Jared. Pernah suatu hari Kinara memberi tahu bahwa Jared menyukai rock climbing, saat itu juga aku langsung mengajaknya pergi ke tempat wall climbing ternama di Bandung. Bukanya membuat Jared kagum padaku karna telah mengajaknya, malah seharian Jared melemparkan kalimat kekaguman pada pelatihnya yang kekar dan lihai memanjat seperti monyet. Menyindirku seperti banci karna hanya menonton dari tempat tunggu.
Jared masih mengibarkan bendera perang, tapi dari tatapannya sekarang aku bisa melihat dinding pertahanan Jared perlahan retak. See? I'm the winner, son.
"Eh lo dengerin kata-kata gue gak sih?"
"Sorry... Sorry... Bisa lo ulangi?"
"Kampret! Pokonya lo besok harus balik ke Jakarta, Levin di rumah udah mulai marah-marah karna gue terlalu sibuk sama masalah lo. Om Ruhut udah minta lo langsung yang ketemu dia, bukan gue! Lo udah bikin gue pusing sama masalah lo. Lo yang bikin masalah, tapi gue yang ribet. Gue give up kalo lo tetep gak nemuin Om Ruhut."
Berbalik badan, aku menatap Jared yang sedang melempar frisbee ke udara. Merasa situasi sedikit aman dari pendengaran Jared, aku menjawab, "Damnit, Rez. Kali ini gue bener-bener ngandelin lo. Gue gak bisa ninggalin mereka, sedikit lagi gue masuk ke hati mereka."
Aku bisa mendengar diujung telepon sana Rezky mendengus, "Gue tahu, Rak. Elo pasti lagi seneng-senengnya ngabisin waktu sama mereka. Tapi kalo masalah lo yang satu ini gak cepet-cepet lo selesein, studi spesialis lo bakalan hancur... Bisa aja kalo bokapnya Emma beneran ngajuin tuntutan ke pihak kepolisian, lo bisa dipenjara dengan tuduhan penculikan, pelecahan seksual dan pelanggaran kode etik."
Aku memijit pelipisku, berusaha menghilangkan pening yang benar-benar menganggu jika mendengar masalah itu. "Damnit! Gue gak ngelecehin dia! Dia dengan suka rela datang sama gue! Emma cuma tinggal beberapa malam di tempat gue, bukan berarti gue nyulik dia!" Bentakku pada Rezky sambil melirik ke sekitar taman memastikan tak satupun orang mendengar perkataanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Vow (SERIES 2)
ChickLitKINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memikirkanmu" Kata-kata itu harusnya lolos dari bibirku. Tapi aku tetap berusaha berdiri aku tak akan mengizinkan diriku sendiri berlari kepeluka...