Bandung, 2015
RakaBibirku tak sadar mengulas senyum saat menyadari ada kemungkinan hari ini aku bisa bertemu dengan anak-anakku. Aku melirik jam di dashboard mobil, menunjukan pukul 8 pagi. Tiba-tiba ada sebuah tangan menyodorkan botol air mineral dari arah kursi penumpang depan. Aku balas dengan gumaman terimakasih.
Air mineral dingin yang diberikan Levina hampir habis setengah botol, rupanya aku terlalu haus. Mataku lalu merilik Rezky lewat spion setelah menyimpan botol di cupboard, "Udah lo siapin?"
Semalam Rezky dan aku mencoba mencari jalan keluar dari ini semua. Akhirnya, kita berdua sepakat untuk menyelesaikan masalah aku dan Kinara terlebih dahulu. Baru setelah itu, menyelesaikan kerumitan dengan Emma. Dalam beberapa munggu ke depan Villa milik keluarga Levina yang berada di Lembang akan aku tempati sampai segala urusanku dengan Kinara menemukan titik terang.
"Tadi pagi gue udah ngehubungin Om Ruhut Sihombing, menurut hukum Indonesia anak hasil...," Rezky berdehem, menatapku dengan tatapan tidak enak, "anak hasil hamil diluar nikah gak bisa nuntut hak tunjangan atau hak waris dari elo. Maaf, gue harus bilang kalo... Menurut hukum di Indonesia posisi lo sekarang, gak punya hak apapun atas mereka. Tapi itu baru dari sisi hukum di Indonesia, Kinara lama tinggal di USA, jadi kita belum tahu Kinara menganut warga negara mana. Dia stay atau disini cuma holiday doang. Sekarang, posisi elo masih belum bisa dipaatiin. Dan kalo masalah pelanggaran kode etik profesi, gue udah bikin janji sama Om Ruhut lusa."
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Rezky membuat badanku lemas, aku mengedarkan pandanganku ke luar jendela. Gila! Aku tak punya hak atas anak-anakku sendiri, bahkan aku tak mempunyai dasar hukum untuk mendukung posisiku mendapatkan pengakuan sebagai ayah anak-anak.
Tangaku refleks memijit pelipisku, belum lagi masalah Emma. Bisakah bencana ini berhenti, hanya dalam satu malam seluruh hidupku berantakan.
"Pelanggaran kode etik profesi? Apa hubungannya ini semua sama pelanggaran kode etik? Wait... wait!! Stop!! Do i miss something here?" Tanya Levina silih berganti menatapku dan Rezky.
"Honey, masalah pelanggaran kode etik ini gak ada hubungannya sama masalah Kinara, masalah ini hubungannya sama Emma. Aku tahu di otak kamu banyak banget yang pengen kamu tanyain sama Raka, tapi bukan ini saat yang tepat. Nanti aku jelasin ke kamu ya. Sekarang biarin Raka selesein masalahnya satu-satu."
Mendengar kata-kata bijak Rezky aku menggeleng, apakah ini efek ia akan menjadi ayah? Apa nantu aku juga akan berubah menjadi lebih bijaksana?
Sisa perjalanan banyak dihabiskan dengan mendengarkan siaran pagi lewat radio, sampai tak terasa mobil yang dikendarai Rezky sudah terparkir disebrang jalan rumah bergaya mediterania.
"Sayang, bener kan ini alamatnya?" tanya Rezky,
Levina mengutak-atik handphonenya. "Bener kok nomor 6, kata Mbak Kat rumahnya warna hijau."
Aku memejamkan sambil mengatur nafasku.
"Perlu kita berdua ikut ke dalem?" tanya Rezky.
Aku menggeleng pasti, ini adalah kekacauan yang aku buat sendiri jadi sudah cukup aku menyeret mereka pada masalah ini. "Biar gue yang hadapin ini sendiri."
Baru aku menutup pintu mobil, Levina menurunkan kaca mobilnya sambil berkata, "Kita berdua nungguin lo disini."
Aku lalu tersenyum berusaha mengurangi rasa cemasnya. Bagaimanapun stress tak baik untuk ibu hamil, sambil mengacak rambut Levina aku berbisik, "Wish me luck!"
Ada perasaan gugup mengergap hatiku, perasaan cemas atas penolakan bercampur dengan tekad gila. Bernafas dengan pernafasan dada biasanya akan berefek meredam kegugupan, sepertinya kali ini tak berfungsi baik. Nasib baik atau buruk akan ditentukan saat aku menginjak rumah di depanku. Seluruh kerumitan yang terjadi tujuh tahun lalu benar-benar harus aku luruskan hari ini juga. Aku sudah mebayangkan kemungkinan-kemungkinan bahwa aku akan diusir atau ditolak oleh keluarga Kinara, tapi aku akan sekuat tenaga untuk memperjuangkan haku sebagai ayah mereka. Tanganku perlahan meraih bel tak berapa lama dari arah garasi terpogoh-pogoh seorang pembantu rumah tangga yang masih aku kenal, Mbak Asih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Vow (SERIES 2)
ChickLitKINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memikirkanmu" Kata-kata itu harusnya lolos dari bibirku. Tapi aku tetap berusaha berdiri aku tak akan mengizinkan diriku sendiri berlari kepeluka...