29. Chaos : Part 2

24.3K 2.1K 307
                                    

       
Indonesia 2015
Raka

Aku memandang wanita di hadapanku, ia sedang tidur di tengah-tengah ranjang milikku. Dalam hitungan detik saja semua orang bisa tahu dia rupawan. Tanganku terulur ke wajahnya, tapi kembali aku hentikan pergerakan tanganku, rasanya tidak adil jika aku memberikan sebuah harapan kosong sekarang.

"Rak... Kamu disini?" tanya Emma membuka matanya sambil tersenyum.

Emma.... Jika saja kita bertemu lebih awal dan di lain situasi, mungkin saja aku akan jatuh cinta kepada sosoknya yang cerdas, mandiri,tangguh tapi sayangnya ruang didalam hatiku dari awal sudah terisi.

"Arnold bilang kamu pingsan?"

Wajah Emma terlihat berbinar, ia berusaha bangun dan masuk kedalam pelukanku. "Iya aku emang kurang enak badan, kemaren UGD penuh sesak sama pasien yang kecelakaan mobil beruntun. Gimana liburan bareng Mbak Levin? Ngapain aja?"

Bandung. Mengingatkan aku pada Double J dan Kinara. Rasa lelah mengurus segala urusan menyangkut itu tak berarti apa-apa, diganti rasa memuncah menemukan pecahan hatiku yang telah lama hilang. Perlahan sudut bibirku terangkat mengigat setiap detail waktu yang aku habiskan bersama Double J. Ditengah-tengah lamunanku aku merasakan tangan Emma yanh terasa dingin di pipi.

"Kok kamu senyum-senyum sendiri. Gimana di Bandung?"

"Seneng banget...," ucapku jujur.

"Oh ya? Kamu pulang ke Jakarta naik apa?"

"Aku naik kereta..."

Tanganku mengelus puncak kepalanya, berkali-kali aku berusaha meneguk salivaku sendiri, membasahi kerongkonganku yang kering. Aku bingung harus mulai darimana, tapi mau tak mau ini harus aku akhiri sekarang. Karna jika makin lama, masalah ini akan semakin berlarut-larut.

"Em, kita harus ngomong... Kita... Kita gak bisa lanjutin hubungan ini..."

Sepanjang perjalananku menuju Jakarta bayangan sebuah pukulan, tamparan atau lemparan benda akan melayang ke setiap bagian tubuhku. Aku sudah mempersiapkan makian kasar atau umpatan keluar dari mulut mungil Emma. Jika Emma melakukan itu semua, aku akan dengan lapang dada menerima nya. Tanpa menghindar.

Dengan tangan terbuka aku tak akan pernah menyalahkan Emma apapun yang ia lakukan kepadaku, karna aku tahu ini semua tidak akan pernah adil untuk Emma.

Tapi yang aku dapatkan semua diluar ekspektasiku.




Hening.




Tak ada sedikitpun makian terdengar di ruangan ini, begitupun dengan pukulan tak ada satupun hinggap di atas  tubuhku. Reaksi Emma yang terlewat datar benar-benar membuat suasana lebih tidak nyaman dari bayanganku.

"Kamu gak capek? Kamu mau minum?" tanya Emma masih dalam pelukanku. Aku dapat menangkat suara Emma yang sedikit bergetar seperti sedang menahan tangisnya sendiri.

Ini yang membuat Emma berbeda dari wanita lainnya, ia begitu rapuh tapi berpura-pura tangguh...

"Em... kamu denger kata-kata aku barusan?" desisku mencoba untuk mengulang kata-kata menyakitkan itu lagi.

"Aku ambil minum buat kamu  ya..." –Emma perlahan melepaskan dirinya tanpa menatapku sama sekali– "Atau kamu laper? Aku bikinin kamu spagethi mau?"

Tanpa bisa aku cegah, Emma sudah melatikan diri keluar dari kamar. Aku semakin yakin Emma mendengar kata-kataku tadi tetapi ia hanya tak ingin membahasnya lebih dalam. Dengan berat aku melangkah ke dapur, menyusul Emma yang sedang mencoba mengeluarkan daging cingcang dari kulkas dan beberapa tomat.

Broken Vow (SERIES 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang