Bab 16 | Temu Kangen

2.9K 117 2
                                    

"Aku di depan gerbang kosan kamu."

"Apa!? Kamu gila ya, Dim!?" Aku langsung menutup mulut rapat ketika kurasa kalau suaraku terlalu kencang. Melihat ke arah luar toilet, takut-takut kalau ada yang mendengar pembicaraanku.

"Aku udah di depan, Mi, tolong ke depan ya. Aku pengen ketemu kamu, aku kangen banget sama kamu."

Mendengar perkataannya membuatku jengah, semakin hari Dimas tidak jaim lagi mengutarakan perasaannya padaku. Dia bahkan sering mengatakan kangen, sayang dan lainnya. Apa Dimas ini termasuk playboy kelas kakap? Aku jadi curiga kalau dia tidak hanya mengatakan hal itu saja padaku melainkan juga dengan perempuan lain. Buktinya dia sangat gampang mengatakan hal itu.

"Bentar, aku ambil jilbab dulu," ucapku padanya akhirnya.

Aku menutup panggilan yang masih berlangsung, kemudian segera pergi menuju kamar kos. Aku mengambil jilbab instan yang tergantung di balik pintu dan hendak keluar kamar.

"Mau ke mana buru-buru gitu, Mi?" tanya Silvi.

"Keluar bentar," jawabku segera pergi menuju gerbang.

Saat aku membuka pintu gerbang, terlihat Dimas yang berdiri di dekat sebuah mobil Innova hitam. Aku langsung menutup gerbang kosan karena takut teman-temanku akan melihat kedatangannya.

"Eh, mau ngapain?" Aku langsung siaga ketika dia hendak mendekat.

"Mau meluk kamu," ucapnya polos.

"Nggak usah peluk-peluk ya, Dimas, nanti kalau ada yang lihat bahaya." Aku melihat sekitar, takut-takut kalau ada temanku yang melihat.

"Kamu ngapain ke sini malam-malam, Dim?" tanyaku.

"Kan aku udah bilang kalau aku kangen kamu, Mi."

"Iya, tapi bisa 'kan besok aja? Nanti kamu pulangnya gimana? Nggak takut apa pulang malam sendiri? Jalanan ke arah kampung kita itu rawan begal loh, Dim."

"Kok kamu malah senyum sih? Aku lagi ngomong ini, tolong ditanggapin dong!" tukasku kesal saat dia malah senyum-senyum seperti orang gila.

"Aku senang karena kamu khawatirin aku."

"A-aku cuma nggak mau ya kalau jadi janda di saat belum ada satu bulan menikah." Dia hanya diam, tiba-tiba saja mendekat lagi. Aku langsung siaga satu, berniat menghindar kalau dia akan memelukku lagi. Namun, aku kalah cepat dari gerakan tangannya yang tiba-tiba menarik tubuhku hingga jatuh ke dalam peluknya.

"Aku kangen kamu, Mi. Kangen banget," gumam Dimas sambil memelukku erat.

"Aku nggak bisa nunggu besok lagi buat ketemu kamu, aku bisa gila kalau hari ini nggak ketemu kamu."

"Dim...." Aku mencoba melepaskan diri, karena merasa merinding saat dia mengatakan kalimat itu sambil memelukku.

"Biarin aku peluk kamu sebentar aja, Mi, aku mau melepas dahaga kerinduan ini."

"Lepas, Dim, nanti kalau ada yang lihat gimana?" tanyaku dengan suara pelan. Agak tidak tega jika harus berlaku kasar pada lelaki yang sebenarnya bersikap baik padaku ini.

"Sebentar aja, Mi," gumamnya.

Akhirnya aku membiarkan saja dia memelukku, walaupun sedikit risih sebenarnya. Aku belum terbiasa dipeluk orang lain yang bukan keluargaku, walaupun sebenarnya Dimas ini sudah menjadi keluargaku setelah resmi menjadi suamiku.

Aku merasa lega karena dia akhirnya melepaskan pelukannya.

"Ikut aku yuk, Mi."

"Ke mana?" tanyaku.

Suddenly MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang