Jaemin terbangun keesokan harinya dengan kepala pening luar biasa. Perlahan ia bangkit, mendudukkan dirinya kemudian bersandar pada kepala ranjang. Matanya melirik ke arah jam dinding, sedikit terkejut karena ternyata hari sudah hampir siang.
"Sudah bangun?" Suara dari arah pintu langsung membuat Jaemin menoleh, mendapati Haechan yang baru saja masuk kedalam kamar dengan membawa laptop di pelukannya.
"Kenapa tidak membangunkan ku?"
Haechan menghela nafas, meletakkan laptopnya di atas nakas sebelum naik ke atas kasur, memposisikan duduknya tepat di sebelah Jaemin. Kakinya bersila dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Sudah kubilang, jangan menghadapinya sendirian!" Kalimat itu menjadi pembuka untuk rentetan omelan Haechan berikutnya.
Na Jaemin, pemuda yang sangat menggilai profesi nya itu sejatinya adalah sosok yang tertutup. Jika Haechan adalah tipe orang yang meledak-ledak saat marah, maka Jaemin adalah kebalikannya. Pemuda itu akan diam saat marah, dan menyimpan semua masalah dan lukanya sendirian.
Ditinggal pergi oleh kedua orang tua yang begitu ia cintai kemudian dikhianati oleh orang terdekatnya membuat pribadi Jaemin semakin tertutup. Bahkan ia mulai menaruh curiga kepada semua orang.
Sebagai sahabat, Haechan sendiri tak mengenal Jaemin seratus persen. Dulu ada saat nya ia benar-benar memahami Jaemin namun sejak peristiwa menyedihkan itu terjadi, semua tentang si pemuda Na nampak buram. Sering kali Haechan harus menebak-nebak apa isi kepala Jaemin dan bagaimana suasana hatinya.
"Siapkan diri bulan depan kita menikah," dan seperti biasa Haechan akan mengatakan hal itu diakhir omelannya dengan alasan ingin menjaga Jaemin.
"Tidak usah bercanda, aku baik-baik saja"
Helaan nafas terdengar dari si pemuda Juni. Tangan panjangnya mengulur, mencengkram lembut kedua bahu Jaemin agar menghadap kepadanya sepenuhnya.
"Lihat! Lihat baik-baik!" Kedua obsidian mereka bersibobrok.
"Aku tampan bukan?"
Jaemin mengangguk,
"Kau ingat, aku adalah pewaris satu-satunya perusahaan properti milik daddy"
Jaemin kembali mengangguk,
"Kau tau bukan, sekarang aku juga menjadi penulis terkenal yang bahkan sudah mendapatkan banyak penghargaan"
Mengangguk lagi,
"Jadi, aku ini tampan, mapan, kaya raya. Selain itu aku juga baik dan sangat memahami mu. Jadi, ayo menikah dan gantungkan hidupmu padaku"
Kali ini giliran Jaemin yang menghela nafas, dengan lembut ia lepaskan kedua tangan Haechan yang masih mencengkram bahunya.
"Kau promosi atau apa?" Ucap Jaemin sembari membaringkan tubuhnya kembali.
"Yak! Aku serius!"
"Aku juga serius, sudah pergi sana aku ingin tidur lagi sebelum bekerja"
Setelahnya hanya ada suara rengekan Haechan yang terdengar memenuhi kamar sebelum kembali hening saat kedua pemuda itu tertidur kembali dengan Haechan yang menjadikan tubuh Jasmin menjadi guling.
---
"Apa hyung baik-baik saja?" Pertanyaan itu datang dari Yushi saat melihat wajah lesu dari sang atasan. Saat ini, keduanya sedang berada ditengah perjalanan untuk makan siang bersama pemilik dari brand besar yang baru saja taken kontrak dengan Jaemin beberapa hari yang lalu.
Jaemin sebenarnya cukup terkejut saat mendapatkan undangan makan siang, keadaan seperti ini sangat jarang terjadi kecuali saat dirinya memberikan impact yang besar, beberapa pemilik brand akan mengajaknya bertemu sebagai apresiasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse [Nomin]
FanfictionNa Jaemin, seorang aktor dengan banyak skandal dibuat terkejut dengan kedatangan sosok Lee Jeno yang tiba-tiba memanggilnya 'ratuku' dan bersikukuh membawanya 'pulang'. Entah 'pulang' kemana yang Jeno maksud karena Jaemin tak merasa mempunyai rumah.