Jeno menatap lekat wajah damai Jaemin yang tertidur di atas sofa bed. Tangannya bergerak lembut, mengusap peluh yang membasahi dahi si manis. Dokter sudah pergi beberapa menit yang lalu setelah memberi tahu jika kemungkinan besar Jaemin memiliki tekanan besar hingga mempengaruhi psikis nya.
Jeno menghela nafas, bertanya-tanya apa yang sebenernya terjadi dengan sang permaisuri. Setau Jeno, Jaemin hanya sedang berjuang merebut kembali agensi yang dulunya adalah milik kedua orang tuanya.
Selama bertahun-tahun menjelajahi waktu, baru kali ini ia dipertemukan dengan sosok Jaemin yang begitu rapuh. Di dimensi lain, Jaemin adalah sosok yang memiliki segalanya. Kepribadiannya begitu kuat, hingga tak ada satu orang pun yang berani mengusiknya. Jaemin yang ini memang terlihat tegar dan kuat, tapi rapuh di mata nya terlihat jelas di mata Jeno.
Jeno pikir, semua 'Jaemin' akan memiliki sifat yang sama. Jadi, ia mulai belajar bagaimana cara yang tepat mendekati sosok itu. Di dimensi lain, mendekati Jaemin tidak bisa menggunakan cara sederhana bak drama roman picisan. Jeno harus menjadi lebih kuat agar Jaemin bisa tunduk.
Tapi di dimensi ini, semua hal mengenai si permaisuri nampak abu-abu. Jeno mulai sadar, tidak akan bisa meluluhkan si manis dengan kuasanya. Jaemin yang ini sangat keras kepala, masih sama -tidak mudah didekati tapi dengan keadaan yang berbeda.
Sosok ini, entah bagaimana Jeno menjelaskan, yang pasti Jeno harus menyentuh jiwanya terlebih dahulu agar ia bisa meraih cintanya.
"Obati luka mu, aku akan menjaga nya."
Suara ketus itu membangunkan Jeno dari lamunan, mendapati Yushi yang sudah berdiri tak jauh darinya.
"Kau sudah diobati?"
"Sudah."
Jeno mengangguk sekilas, mengusap rambut Jaemin sekali lagi sebelum beranjak pergi. Berat rasanya meninggalkan sang permaisuri tapi tatapan dingin Yushi membuatnya tidak memiliki pilihan lain, Jeno tak menginginkan adanya pertengkaran di kondisi sepeti ini.
"Terimakasih sudah melindungi kami hari ini."
Langkah Jeno terhenti.
"Setelah ini tolong jangan mengganggu nya lagi."
Senyum yang tadi sempat terbit sebentar langsung luntur begitu saja, rasa hangat di harinya sirna dalam sekejap. Pada akhirnya, ia hanya bisa tetap diam dan kembali melanjutkan langkah nya.
---
Haechan berlari tergopoh-gopoh memasuki gedung setelah mendapat kabar dari Yushi. Langkahnya begitu cepat menelusuri lantai gedung, berusaha menemukan ruangan yang tadi sempat ia tanyakan pada security.
"Dimana Jaemin?" Tanya Haechan pada sosok pemuda yang tempo lalu datang ke kediaman Jaemin bersama Jeno.
"Tuan Jaemin di dalam tuan," jawab pemuda itu seraya membukakan pintu untuk Haechan.
Haechan bergegas masuk kedalam ruangan, menemukan sang sahabat yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas sofa bed dan Yushi yang setia menemani.
"Yushi ah," Panggil Haechan sembari menggerakkan tungkai nya mendekat.
"Hyung, maaf aku tidak becus menjaga Jaemin hyung."
"Bukan salah mu, bagaimana keadaan Jaemin?" Tanya Haechan setelah mendudukkan dirinya di dekat tubuh Jasmin, netranya menatap lekat si pria yang masih tenggelam dalam mimpi.
"Panic attack Jaemin hyung kambuh."
Haechan menghela nafas, Jaemin memang harus mendapat penanganan dari ahli secepatnya.
"Setelah Jaemin sadar, aku akan langsung mengantar nya menemui psikolog."
"Baik hyung."
"Apakah kau bisa benar-benar mengosongkan jadwal Jaemin selama satu minggu kedepan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Glimpse [Nomin]
FanfictionNa Jaemin, seorang aktor dengan banyak skandal dibuat terkejut dengan kedatangan sosok Lee Jeno yang tiba-tiba memanggilnya 'ratuku' dan bersikukuh membawanya 'pulang'. Entah 'pulang' kemana yang Jeno maksud karena Jaemin tak merasa mempunyai rumah.