#9

2.1K 257 13
                                    

Nyatanya agensi Jaemin tidak mudah menyerah. Hari ini, sebuah artikel yang cukup mengejutkan dirilis, mengatakan jika Lee Jeno akan bergabung menjadi salah satu aktor di agensi Jaemin.

Jaemin marah, tentu saja. Kehadiran Jeno bisa menggeser posisinya, mengingat pria dengan mata sabit itu lebih populer. Bisa saja setelah ini, agensi akan mendepak Jaemin karena merasa sudah memiliki pendongkrak baru.

Kedua tangan Jaemin terkepal, sumpah serampah ia rapalkan untuk agensi yang selalu menekannya pun kehadiran Lee Jeno yang memporak-porandakan semua rencananya. Dimulai dari drama, dan sekarang sosok itu turut ingin mengambil posisinya di dalam agensi.

Seingat Jaemin, ia tak pernah menyinggung sosok Lee Jeno. Bahkan keduanya hanya pernah beberapa kali berpapasan saat menghadiri sebuah acara tapi entah kenapa saat ini Jaemin merasa bahwa Lee Jeno sedang mencoba merecoki hidupnya.

Teriakan Jaemin menggema, disertai suara nyaring dari vas bunga yang baru saja ia lempar. Rasa marah bercampur lelah memicu emosi Jaemin meledak.

Terhitung sudah hampir dua jam pria manis itu mengurung diri di dalam kamar, membanting semua benda yang terlihat di matanya. Ia hanya ingin mengambil kembali sesuatu yang memang seharusnya menjadi haknya. Tak banyak, Jaemin tak ingin mengambil semuanya, ia hanya menginginkan agensi yang menyimpan banyak kenangan indah dengan orang tuanya itu. Namun kenapa semuanya terasa sulit?

"NA JAEMIN BUKA PINTUNYA SEKARANG!"

Suara gedoran pintu dan teriakan Haechan terdengar, tapi Jaemin tak berniat menuruti perintah pria tan itu.

"JAEMIN BUKA!"

"BUKA SIALAN, ATAU AKU TAK AKAN MAU MENEMUI MU LAGI!"

"NAKAMOTO JAEMIN JAWAB AKU!"

"NA JAEMIN BRENGSEK, AKU AKAN MENDOBRAK PINTU INI."

Jaemin tak peduli, tubuhnya terlalu lelah hanya untuk melangkah menuju pintu atau sekedar menanggapi teriakan Haechan.

Si pria Agustus berakhir terduduk lemas di atas kekacauan yang telah ia buat. Air matanya mulai mengalir, semakin deras disertai raungan yang keluar dari mulutnya. Jaemin lelah, sangat lelah hingga terbesit keinginan untuk menyusul kedua orang tuanya.

Beberapa saat kemudian, pintu kamar Jaemin berhasil dibuka, Haechan berlari tergopoh-gopoh disusul Yushi dan Ahn ajumma. Mereka semua terlihat sangat khawatir.

"Astaga," Haechan berteriak sebelum meraih tubuh Jaemin yang sudah meringkuk tak sadarkan diri di lantai, membawa sahabatnya itu menghindari pecahan kaca yang mungkin beberapa sudah melukai tubuhnya.

"Ajumma, tolong bersihkan kekacauan ini, aku akan membawa Jaemin ke kamar lain."

"Baik tuan."

---

Haechan membaringkan tubuh Jaemin di atas ranjang dengan hati-hati kemudian meminta Yushi untuk menghubungi dokter. Kemudian, Haechan dengan cekatan mengusap wajah Jaemin yang penuh keringat dan air mata. Lalu, beralih membuka beberapa kancing piyama yang Jaemin gunakan.

Dokter datang beberapa saat kemudian, bergegas memeriksa keadaan Jaemin dan mengobati luka gores di beberapa bagian tubuhnya.

"Yushi ah, tolong panggilkan Ahn ajumma untuk menggantikan pakaian Jaemin, aku akan bicara dengan dokter."

Setelah mengatakan itu, Haechan langsung mengikuti langkah sang dokter keluar dari kamar. Keduanya berakhir duduk di ruang tamu.

"Bagaimana keadaan Jaemin, dokter Xiao?"

"Luka di tubuhnya tidak terlalu serius, akan sembuh dalam beberapa hari. Tapi, aku sarankan untuk membawa tuan muda menemui psikolog. Sepertinya ia sedang banyak pikiran."

Glimpse [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang