Bagian 17

25.2K 1.1K 144
                                    

"Thanks. Gak sia-sia memang lo nyamperin Jendral ke cafe waktu itu. Gue jadi ada kesempatan dan sekarang berhasil ngedapetin adeknya." tutur Hema.

Ia saat ini sedang bersandar di sebelah mobilnya sambil menghisap sebatang rokok, lalu menghembuskan asapnya ke udara. Parasnya tampak begitu tampan dan gayanya sangat menarik khas bad boy tapi sayang dalamnya tidak serupawan dan se-wah itu.

"Abang bangsat memang lo. Tapi ati-ati aja, jangan lo macem-macemin tu anak satu atau bakal habis lo dibikin Mas-nya."  ujar Arin memperingati.

Bukan tanpa sebab Arin berbicara begitu, jelas karena ia paham betul kalau Jendral itu tipe kakak yang tak akan tinggal diam saat adik kesayangannya itu disakiti.

Sedangkan setiap Arin mulai menyinggung hal yang tidak disukainya dari Nana saja Jendral sudah cukup marah padanya, apalagi kalau sampai disakiti.

Tak gentar, Hema mendecih remeh kemudian menyahut, "Halah. Lagian gak bakal gue macem-macemin kok, paling cuma diicip doang." ujarnya dengan seringai membayangkan betapa nikmatnya tubuh Nana nanti.

Bibirnya saja sudah membuat Hema candu. Apalagi bagian tubuhnya yang lain, hmm... Hema jadi tak sabar.

"Cari mati lo namanya. Udah deh, pesawat gue udah mau take off." kata yang muda di seberang telepon yang hanya Hema sahuti dengan deheman.

Hema memang tak ikut mengantar keberangkatan sang adik ke bandara, karena ia lebih memilih untuk menjemput sang kekasih barunya ini.

Semingguan berlalu sejak kejadian di cafe, Hema yang melihat hubungan kedua kakak beradik itu cukup renggang pun memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada.

Saat rokok ditangannya sudah hampir habis, si kekasih alias Nana datang menghampirinya yang memang parkir agak jauh dari fakultas agar tak bersimpangan dengan Jendral.

"Kak Hema... ngerokok lagi." rajuk Nana yang sebenarnya sudah menunjukkan ketidaksukaannya terhadap rokok serta asap yang ditimbulkannya.

Hema hanya tersenyum menyambut kedatangan sang kekasih, taj memperdulikan protesan yang lebih muda tentang kegiatan nyebatnya ini.

Nana yang tadi tepat berdiri di depan Hema pun mengambil langkah mundur hendak menjauh dari sosok sang kekasih.

Tapi baru Nana akan melangkah mundur, tangannya lebih dulu ditarik membuat badannya seketika menempel di dada Hema.

Satu tangan Hema yang tadi menarik Nana, kini melingkar di pinggang sang kekasih, menahannya agar tubuh mereka tetap menempel. Sementara tangan satunya lagi masih setia mengapit sebatang rokok yang hampir habis di sela jarinya.

"Kak Hema ih... Nana gak suk-Uhukk! Uhukk! " Nana seketika terbatuk ketika sosok yang lebih tua di depannya ini kembali menghisap rokoknya lalu menghembuskan asapnya tepat di wajah Nana.

Sedetik kemudian, Nana langsung berjengit kaget saat Hema tiba-tiba melumat bibirnya, membuat Nana merasakan pahit bercampur aroma tak sedap dari asap rokok itu.

Ia memberontak berusaha melepaskan diri tapi ternyata Hema lebih dulu membuang puntung rokoknya untuk mendekap Nana menggunakan kedua tangannya.

Hema yang merasakan tepukan kuat di dadanya pun akhirnya mengalah dan melepas lumatannya.

"Uhukk!! Pahit. Nana gak suka." kata Nana yang kembali menyuarakan ketidaksukaannya itu. Ia mengusap-usap bibirnya berusaha menghilangkan jejak ciuman Hema.

Hema tertawa melihat tingkah lucu kekasihnya ini. Dengan jahil, ia kecup bibir yang sibuk mendumel itu lalu berujar,

"Hm. Pahit, tapi bibirnya Nana manis. Kakak suka nih, gimana dong?"

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang