"Apa Mas nikahin Adek cuma untuk tanggung jawab sama anak ini aja, Mas?" tanya Nana.
Hening setelahnya membuat suasana jadi sedikit mencekam.
"Tidur, besok kuliah." titah Jendral dengan nada datar. Ekspresi wajahnya begitu dingin dan seketika Nana sadar kalau Mas-nya kini sedang marah.
Nana hanya pasrah saat tubuhnya diturunkan dari pangkuan lalu dibantu berbaring. Ia diselimuti sampai batas dada dan tanpa berkata apapun lagi, Jendral langsung keluar dari kamar meninggalkan Nana seorang diri.
Si Adik yang ditinggal seperti itu langsung merasakan hatinya sakit, apalagi melihat raut wajah dan sikap dingin Mas-nya yang seperti tadi. Meninggalkannya tidur sendiri tanpa pelukan, tanpa kecupan dan ucapan selamat tidur bahkan tanpa menatapnya sama sekali.
Air matanya tak mampu lagi terbendung dan langsung jatuh begitu saja membasahi pelipis matanya.
Tubuhnya meringkuk sembari terisak memegangi dada yang terasa sesak mengingat kejadian barusan.Padahal malam tadi mereka masih bersuka cita, bahagia dengan hati berbunga-bunga akan dinner spesial dan lainnya, tapi dalam sekejap pula rasa sedih menyelimuti hatinya.
Dalam benaknya, Nana kini bertanya-tanya apa ia salah bertanya seperti tadi?
"Mas... Hiks..." panggil Nana lirih sambil menatap lurus ke arah pintu kamarnya yang tertutup berharap lelaki-nya masuk dan mendekapnya hangat tapi nihil, pintu itu tak kunjung terbuka membuat tangisnya semakin pecah.
Terlalu larut dalam tangis selama hampir satu jam membuat kepala Nana pusing, matanya jadi terasa berat dan akhirnya Nana pun tertidur.
Sementara di lantai satu kediaman mereka, sang dominan alias Jendral Bian Altezza masih setia mendudukkan dirinya di sofa depan televisi. Benda itu menyala menampilkan siaran berita malam tapi sama sekali tidak diperhatikan oleh Jendral.
Matanya memang melihat ke televisi tapi telinganya seolah tuli, tak mendengar apapun karena kepalanya terasa bising dengan pemikiran-pemikiran yang menurutnya cukup membuatnya terganggu.
Jujur saja Jendral benar-benar tak menyangka sama sekali kalau Nana-nya bisa sampai berpikiran seperti itu. Menurutnya, Nana salah besar karena Jendral bahkan tidak pernah sedikitpun terbesit pemikiran seperti yang Nana tuduhkan kepadanya.
Ingat ketika Jendral uring-uringan tidak bisa tidur setelah first kiss mereka di hari ulang tahun Nana yang ke-18?
Ya. Malam itu juga Jendral sudah memantapkan hati akan menunggu waktu yang tepat dan segera meminang Nana untuk menjadi istrinya, itu sebabnya ia kembali mengecup bibir Nana yang sudah terlelap sembari mengucap,
"Mas cinta sama kamu, Dek." lalu dilanjutkan dalam hatinya, "Secepatnya Mas akan menjadikan kamu milik Mas seutuhnya Dek, menjadi istri Mas satu-satunya dan untuk selamanya."
(Kalau kalian udah pada lupa, first kiss mereka ada di Bagian 13-14 ya.)
Memang waktu itu Jendral sudah memutuskan untuk segera menjadikan Nana miliknya seutuhnya, tapi sumpah demi apapun tak ada niat Jendral sama sekali untuk mengambil keperawanan Nana apalagi sampai membuat pujaan hatinya itu hamil sebelum mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.
Tapi nyatanya nasi sudah menjadi bubur dan arang juga sudah menjadi abu, Jendral akhirnya goyah dan menuruti kemauan Nana untuk bersetubuh sampai membuat adiknya itu hamil. Tentu saja tanpa pikir panjang Jendral langsung mempercepat niatnya untuk menikahi Nana.
Sesegera mungkin ia melamar sang pujaan sekaligus menjadikan momen ini sebagai waktu yang tepat untuk Jendral mengutarakan segala perasaan cintanya yang sudah dipendamnya sejak dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️
FanfictionBxB --- Boypvssy 🔞 tapi bukan cerita bok3p Hanya kisah manis antara Mas Jendral dan adik tersayangnya, Nana. Polos, tapi terkadang tingkah lakunya malah terkesan binal di mata Jendral. Semoga saja iman Jendral tetap kuat untuk menghadapi tingkah a...