Nana pikir semua ini adalah salahnya.
Keesokan harinya setelah Nana memaksa Mas-nya untuk memakan macaron siram kuah mie ayam itu, sang kakak selalu muntah-muntah setiap paginya.
Nana pikir Mas-nya keracunan gara-gara itu sampai dirundung rasa bersalah terus-menerus, tangisnya pun kadang tak terbendung walau si Mas sudah mengatakan kalau ia tak apa-apa.
Dan hal tersebut sudah berlangsung sejak 3 hari belakangan, terhitung saat ini juga.
Nana yang tadinya dari dapur mengambil sarapan untuk sang kakak, kini harus mempercepat langkahnya ketika mendengar suara muntahan lagi.
Dirinya langsung ikut bersimpuh di lantai kamar mandi ketika melihat Mas-nya yang lemas tak berdaya berlutut di depan closet tengah mengeluarkan isi perutnya.
Air matanya keluar begitu saja melihat raut Jendral yang tampak kacau. Hanya saliva dan cairan lambung yang berwarna kekuningan yang dimuntahkannya tanda kalau tak ada isi di pencernaan sang kakak tapi tetap dipaksa untuk keluar.
"Mas... hiks... Ayok kita ke rumah sakit aja... Adek takut Mas kenapa-kenapa looh~" rengek Nana yang begitu khawatir sambil tangannya dengan lembut memijit-mijit pelan belakang leher Jendral.
Tapi lagi-lagi, Jendral hanya menggelengkan kepalanya.
Nana berdecak kesal dengan penolakan kakaknya itu, padahal kalau sang kakak mau berkaca pasti dilihatnya wajah yang biasanya tampan itu kini malah tampak kacau, sangat pucat dan itu membuat Nana takut kalau saja sang kakak sakit parah.
"Hhh... Mas cuma masuk angin aja kok, Dek. Jangan khawatir ya-Humphh!! Hoekkh!!" Belum selesai ia membela diri, Jendral kembali membuang isi dari perutnya yang terasa di aduk itu membuat kepalanya kini dilanda pusing sembari menahan perutnya yang sudah terasa perih.
Nana tahan hasratnya untuk kembali memaksa Jendral berobat. Dengan mata yang terus basah, ia bantu memijit tengkuk dan mengusap punggung Jendral lagi.
Setelah dirasa muntahnya sudah reda, Nana bangkit, mengambil handuk kecil di samping cermin kamar mandi lalu membasahinya.
Diusapnya pelan mulut Jendral dengan handuk basah itu lalu membantu sang kakak untuk berdiri.
"Mas masih mau muntah lagi?" tanya Nana dengan bibir mencebik sedih ketika melihat mata yang menatapnya itu kini tengah berkaca-kaca.
"Enggak. Makasih udah bantuin Mas." jawab Jendral lemah yang kini sudah merangkul bahu Nana karena sungguh badannya terasa sangat lemas sekarang.
Sosok yang perawakannya jauh lebih kecil itu kemudian memapah yang lebih tua untuk kembali merebahkan dirinya di tempat tidur.
"Sarapan dulu ya Mas? Biar ada isinya perutnya. Nanti kalau gak mendingan juga, please ayo kita berobat." tawar Nana dengan suara yang terdengar bergetar hendak kembali menjatuhkan air matanya.
Sungguh Nana tak tega melihat wajah pucat itu terus memandangnya lemah. Tak pernah-pernahnya Mas kesayangannya ini sakit sampai begini karena kalau sakit pun biasanya Jendral hanya demam biasa.
Sayangnya Jendral kembali menolak karena takut ia akan muntah lagi kalau berusaha memasukkan sesuatu ke perutnya.
"Temenin Mas aja Dek, sini." pintanya dengan suara lemah. Ia menarik pelan tangan Nana untuk membawa tubuh langsing itu berbaring di sebelahnya.
Bukan Jendral menolak kebaikan sang adik untuk membawanya ke rumah sakit, tapi sungguh, Jendral hanya merasa dirinya masuk angin dan kelelahan akibat belakangan ini pekerjaannya di kampus cukup banyak, menguras tenaga dan pikiran bahkan beberapa kali Jendral juga harus membawa pekerjaannya pulang untuk dikerjakan di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️
FanfictionBxB --- Boypvssy 🔞 tapi bukan cerita bok3p Hanya kisah manis antara Mas Jendral dan adik tersayangnya, Nana. Polos, tapi terkadang tingkah lakunya malah terkesan binal di mata Jendral. Semoga saja iman Jendral tetap kuat untuk menghadapi tingkah a...