Bagian 33

16.2K 815 147
                                    

CW/TW‼️: Violence, blood.

.

.

"Diam di sini kecuali kamu mau langsung mati di tangan Jendral saat ini juga." peringat seorang lelaki dewasa dengan tatapan tajam dan dinginnya. Ia memperingati seraya mencengkram kuat dagu orang di depannya membuat orang tersebut meringis kesakitan dan mau tak mau hanya menganggukkan kepalanya.

Sekujur tubuhnya terasa nyeri dan sakit akibat luka-luka lama yang belum sembuh tapi sudah ditimpah dengan luka baru, membuatnya tak punya tenaga bahkan untuk sekedar memberontak sedikitpun.

"Good." puji yang lebih tua lalu menepuk dua kali pipi orang tersebut sebelum ia berlalu keluar dari ruang gelap yang lembab itu.

Padahal tanpa diperingati seperti itupun sosok tersebut tak akan bisa kabur karena kakinya masih dirantai selama hampir dua minggu ia di situ.

***

"Gimana kabar kamu sama Nana?" tanya Om Johan.

"Baik, Om. Nana juga sehat." jawab Jendral.

Kedua dominan itu kini tengah duduk di ruang tamu rumah 2 lantai milik Om Johan. Jendral tadinya ingin membawa Nana untuk ikut bersamanya, tapi ketika teringat kalau makhluk bajingan itu masih ada di tangan si Om, Jendral pun mengurungkan niatnya dan memilih datang berkunjung sendiri.

"Syukurlah kalau kalian baik. Jadi, ada tujuan apa kemari, Jen?" tanya Om Johan  to the point karena memang beliau adalah tipikal orang yang tak terlalu suka berbasa-basi.

Jendral tak tersinggung sama sekali karena sudah paham dengan kebiasaan Om Jo. Ia pun menyodorkan sebuah amplop coklat ke atas meja.

Dengan satu alis terangkat, Om Jo yang penasaran pun mengambil amplop itu dan langsung membukanya.

"Tiket pesawat dan hotel? Buat?" tanya Om Jo tak mengerti.

"Jendral bakal nikahin Nana, Om." jawab Jendral lantang.

"Ohow! Waw! Akhirnya si kakak posesif ini bergerak cepat, hm?" sarkas Om Jo terlampau hapal dengan anak bossnya yang sudah ia anggap keluarga itu.

Ia sendiri sama sekali tak mempermasalahkan mau itu Jendral menikahi Nana sekalipun padahal statusnya adalah adik-kakak walaupun bukan saudara kandung, karena bossnya dulu alias Papanya mereka pernah berpesan kepada Om Jo untuk selalu mengawasi keduanya dan membiarkan apapun terjadi selama kedua anaknya bahagia.

Dari pengawasannya selama ini, Om Jo juga melihat anak-anak boss-nya itu tampak selalu bahagia dengan kehadiran masing-masing. Dan lagi, Om Jo tahu betul bagaimana kuatnya Jendral melindungi adiknya itu, membuat ia juga merasakan hanya Jendral lah satu-satunya yang tepat berada di sisi Nana.

Jendral yang mendengar itu hanya bisa mendengus kecil dan kembali melanjutkan ucapannya.

"Maka dari itu Jendral harap Om bisa hadir di sana dan merestui pernikahan kami, karena mau bagaimanapun Om satu-satunya orang terdekat yang sudah kami anggap sebagai keluarga." ujar yang lebih muda.

"Pasti. Om pasti akan datang. Hahh... Tak Om sangka kalian sudah sebesar ini." kata si Om bangga sembari ingatannya melayang pada Jendral dan Nana kecil dulu.

Bohong kalau Om Jo tak memiliki rasa sayang pada kedua insan itu, Om Jo bahkan sudah bekerja dengan papa mereka sejak Jendral belum menjadi bagian dari keluarga Altezza membuatnya terkadang tanpa sadar menganggap Jendral dan Nana sebagai keponakannya sendiri.

"Ah, sampah itu masih sama Om?" tanya Jendral tiba-tiba teringat akan orang satu itu.

"Hm. Om belom puas membuat dia tersiksa. "

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang