Bagian 26

17.1K 986 110
                                    

"Hai..." sapa Hema duluan.

"H-Hai..." balas Nana takut-takut. Ia bahkan sudah meringsut mundur menyembunyikan sebelah tubuhnya dibalik pintu.

"Kamu apa kabar, Cantik?" tanya Hema kikuk karena sosok cantik di depannya ini terlihat jelas tak menyambutnya dengan senang hati.

"Baik..." jawab Nana singkat. Kepalanya menunduk berusaha menghindari tatapan mantan pacarnya itu.

"Boleh kakak masuk, Na?" tanya orang itu yang sontak membuat Nana menatapnya melotot.

"Kakak gak mau macem-macem kok, cuma ada perlu aja sama Mas kamu." lanjut Hema cepat karena dia tak ingin niat busuknya segera tercium.

"Tapi Mas lagi gak ada di rumah. Barusan pergi ke kampus." jawab Nana jujur.

"Oh iya? Duh gimana ya, soalnya penting banget dan harus kakak bicarain sekarang sama Mas kamu. Kakak tunggu di dalem aja boleh gak, Na? Janji ntar sehabis urusan sama Mas kamu, kakak bakal langsung pulang." bujuknya membuat Nana yang memang anak baik hati dan polos itu jadi merasa tak enakan.

Tangan kecilnya yang menggenggam gagang pintu semakin mengetat sesaat karena ragu harus membiarkan Hema untuk menunggu di dalam atau tidak.

Memang, Mas-nya pernah berpesan untuk tidak membiarkan orang asing untuk masuk ke rumah mereka tanpa izin Mas-nya, tapi kalau Nana lihat urusan yang tampak penting seperti ini apakah Nana harus menolaknya juga?

"Tapi janji gak macem-macem ya?" tanya Nana memastikan.

"Janji, Cantik." sahut Hema cepat sembari melempar senyum penuh kemenangan.

Dan akhirnya Nana pun membiarkan sosok itu masuk menunggu sang kakak di dalam rumah bersamanya.

"Duduk situ aja, Kak. Bentar Nana buatin minum." ujarnya menunjuk sofa di ruang tamu.

"Gak usah repot-repot, Na. Kakak udah minum tadi di rumah. Kamu di sini aja temenin kakak ya." ucapnya lagi yang kini sayangnya telah berhasil menarik Nana untuk duduk bersebelahan walau ada penghalang 1 bantal sofa di antara mereka.

Beberapa menit selanjutnya hanya diisi dengan keheningan karena belum ada satupun yang membuka suara. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Nana pun berinisiatif untuk mengirimkan chat kepada Masnya untuk segera pulang setelah kuliahnya selesai karena ada Hema di rumah, tapi belum sempat Nana mengirim pesan itu, perhatiannya sudah lebih dulu dialihkan oleh Hema.

"Nomor kakak, kenapa kamu blokir Na?" tanya Hema sembari memegang tangan Nana tiba-tiba yang membuat Nana kaget lalu spontan menjatuhkan hp-nya.

Nana memilih untuk tak menjawab pertanyaan itu guna mengambil handphonenya. Tapi lagi-lagi Hema terus melancarkan usahanya agar Nana menaruh perhatian penuh kepadanya.

"Kakak belum siap putus karena kakak sayang sama Nana. Kita baru pacaran sebentar tapi kenapa kamu udah minta putus, Na?"

Hema kini semakin gencar mendekati Nana bahkan hingga si Cantik tak sadar kalau bantal pemisah jarak antara mereka kini sudah hilang entah kemana.

Nana hanya menjawab pertanyaan Hema dengan gelengan pelan. Bibir bawahnya ia gigit gugup karena segan untuk mengutarakan ketidaknyamanannya akan situasi sekarang.

"Tapi kenapa, Na? Kakak masih sayang sama Nana. Kita jangan putus ya?" bujuk lelaki itu semakin mengikis jarak.

Nana tersentak kaget sewaktu merasakan sentuhan di pahanya. Bukan hanya menyentuh tapi tangan lelaki bejat itu mulai mengelus dan meremas pahanya.

Rasa takut semakin meliputi diri Nana membuat tubuhnya mulai gemetar pelan dengan mata yang sudah siap menjatuhkan bulir beningnya.

"Gak mau... jangan kak, Nana gak mau..." tolaknya menatap Hema berkaca-kaca, memohon sambil menggelengkan kepala dan berusaha menyingkirkan tangan Hema dari pahanya.

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang