Bagian 03

25.5K 1.3K 179
                                    

Jendral sadar mood sang adik mulai berantakan saat bertemu dengan Arin. Tapi Jendral bisa apa? Toh dia juga tidak tau kenapa bisa sang mantan kekasih ada di pantai yang sama dan menghampiri mereka.

"Dek, seriusan Mas gak tau kenapa Arin bisa ada di pantai itu juga. Adek jangan diemin Mas gini dong, please~" bujuk Jendral lembut tapi sebenarnya malah terdengar merengek.

Tanpa sadar Jendral memang merengek karena tak rela sang adik enggan bersuara sejak mobil mereka melaju untuk pulang. Sudah Jendral katakan, Nana yang mode merajuk maka akan sulit untuk dibujuk.

Jendral akhirnya pasrah. Ia hanya menggenggam tangan Nana sepanjang perjalanan pulang sembari satu tangannya memegang stir kemudi. Awalnya sang adik sempat menolak, tapi Jendral tak gentar dan terus berusaha menggenggan tangan sang adik sampai berhasil.

Sesampainya mereka di rumah pun Nana memilih untuk turun dari mobil duluan dan segera masuk ke kamarnya.

Jendral menghela napas lagi karena ia sadar kalau ini adalah kesalahannya. Seharusnya ia tak menegur Nana lagi sewaktu mereka makan tadi.

Ia tak mau sang adik dianggap tidak sopan makannya Jendral hanya sedikit menegur Nana dengan lembut, tapi sang adik tampak sudah berantakan moodnya yang berakhir mereka langsung pulang saat itu juga.

Hingga waktu makan malam tiba pun Nana masih mengurung diri di kamar. Merasa sayang apabila makanannya terlanjur dingin, maka Jendral pun bangkit hendak menghampiri Nana ke kamar.

Tapi baru dua langkah dari meja makan, Jendral terburu duduk ke posisinya lagi di kursi makan karena mendengar pintu kamar sang adik yang terbuka.

Jendral yakin kalau sang adik masih dalam mode merajuknya, maka dari itu Jendral meluncurkan salah satu senjata adalannya untuk membujuk sang adik.

Ia menutup wajah dengan satu tangan dan mulai mengeluarkan isakan kecil berpura-pura menangis.

Dalam hatinya, Jendral sudah mulai senang karena rencananya tampak berhasil sebab mendengar langkah kaki yang mendekat dengan cepat.

"Mas?! Kenapa kok nangis? Siapa yang jahat sini Adek pukul!" tanya Nana panik yang langsung mengguncang tubuh kakaknya.

"Adek-nya Mas udah hiks... udah gak sayang lagi sama Mas, makannya Mas didiemin terus. Hiks... Mas sedih." jawab Jendral sesenggukan.

Wahh. Di sini Jendral jadi berpikir untuk ikut casting sinetron saja karena dirasa aktingnya terlihat seperti aktor profesional. Pede.

"NO! Adek sayang sama Mas. Gak didiemin lagi kok, kan ini udah diajakin ngomong. Jangan nangis lagi ya. Cup cupp~" gantian Nana yang membujuk sang kakak. Ia peluk kepala Jendral sambil mengusap-usap rambut lebat itu.

Adiknya yang polos dan mudah ditipu ini, maka jangan heran kalau Jendral begitu khawatir akan pergaulan Nana di luar rumah.

Jendral kini sudah menampilkan senyum sumringah. Langsung saja ia benamkan wajahnya di perut Nana dan balas memeluk pinggang ramping adiknya.

"Janji gak diemin Mas lagi?" tanya Jendral mendongakkan kepala sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

"Eum! Janji."balas Nana yang langsung menautkan jari kelingking mereka.

"Kiss?" pinta Jendral menunjuk pipi sebelah kirinya.

Tanpa basa basi, Nana layangkan kecupan sayang di pipi sang kakak. Terkadang Nana heran, padahal usia sang kakak yang jelas jauh lebih tua, terus ini kenapa malah tingkahnya yang gemas seperti anak-anak?

Dan mereka pun akhirnya menikmati makan malam dengan hati yang tenang dan suasana menyengkan seperti biasanya.

***

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang