(5) Call.

512 54 8
                                    

***

Sudah pasti Yasmin tidak menyadari eksistensi Mario selama ini. Kalau ditanya kapan pertama kali bertemu Mario, Yasmin pasti jawabnya lama. Nggak bakal ingat. Sedangkan Mario, ingat betul pertemuan pertama mereka. Mau memaksa juga mana mungkin. Mario cukup memaklumi. Dia bukan siapa-siapa dan hanya manusia baru dalam kehidupan Yasmin. Yang menjadi fokus Yasmin hampir satu tahun ini adalah Ivan.

"Sebenarnya bukan temen kuliah. Dia malah kuliah di Jakarta kok."

"Lu di Jakarta dari tahun kemaren kan?"

Satu tahun yang lalu. Tepatnya Januari 2023. Di hari pergantian tahun. Itu adalah pertemuan pertamanya dengan Yasmin. Perempuan itu muncul dari balik pintu kamar Widi. Untuk beberapa detik, Mario kaget karena seseorang keluar dari kamar sepupunya. Pikirnya pertama mungkin perempuan itu adalah sahabat Widi. Tapi pikirnya selanjutnya siapa tahu adalah orang asing yang mengaku sahabat Widi mengingat banyak orang yang datang di pesta ulang tahunnya itu dan mungkin berniat mencuri. Tapi mana ada pencuri secantik dia. Ada. Yasmin namanya. Iya, Yasmin telah mencuri hati Mario.

"Yep bener."

"Baru banget ya. Tapi udah lancar ngomong bahasa Indonesia."

"Gue juga masih orang Indo, Yasmiiin."

"Yaaah tapi kan lu dari S1 nggak sih di sana?"

"Tapi bapak emak gue orang Tangerang gimanaaa tuh."

"Lu tuh seru juga ya ternyata. Kok kita baru akrab sekarang."

"Yaaah dulu pacar lu kan posesif nggak sih? Eh sorry. Hehehe."

"Reseee lu emang!"

Mario pikir mungkin dia cuma jatuh cinta pada pandangan pertama sama Yasmin. Di pertemuan pertama yang hanya beberapa detik itu. Mario bisa mencium wanginya. Dapat melihat rona merah pipinya juga bibirnya. Rambut yang diikatnya dan menyisakan beberapa di depan, cantik untuknya. Juga dress berwarna putih yang anggun. Tapi seiring berjalannya waktu, Mario menyakinkan diri kalau dia jatuh cinta tidak hanya karena itu. Semakin ia mengenal Yasmin, semakin besar perasaannya. Walaupun seiring berjalan waktu itu pula, Mario tahu kalau Yasmin tidak akan bisa menjadi miliknya karena telah dimiliki orang lain.

"Jadi gimana temen lu itu? Mau nyusul lagi abis ini?"

"Nggak. Direschedule aja. Dia sama pacarnya juga, Yas. Biarin aja."

"Ih. Gue nggak enak."

"Yaudaaah kalau nggak enak muntahin aja."

"Asbun banget deh sebel gue."

Sambil menyetir, Mario menengok jalanan dan Yasmin saling bergantian. Cukup mudah baginya untuk dekat dengan seseorang. Ia tidak punya kesulitan dalam bersosialiasi. Apalagi orangnya Yasmin, yang friendly juga.

"Yas,"

Perempuan itu cepat menengok Mario. "Heem?"

Tidak ada jawaban setelahnya dari sang tuan. Yasmin lihat juga jalanan di depan mereka lengang saja. Tapi Mario tiba-tiba kehilangan kata-katanya. Mulutnya terbuka terus tertutup lagi. Menengok kaca spion — memantau jalanan di belakang. Kelihatan sekali pura-puranya. Sedikit lagi sebelum Yasmin sempat protes karena mendadak diam, Mario kembali bersuara.

"Ivan nggak nyamperin lu lagi kan?"

"Duh nggak usah sebut nama dia, gue benci dengarnya."

"Eh sorry." Mario langsung menengok Yasmin yang memalingkan wajahnya dan sekarang menatap ke depan dengan raut wajah kesal. Mario jadi merasa bersalah. Dan bingung harus melakukan apa untuk menebus kesalahannya. "Nggak maksud apa-apa, Yas. Gue cuma khawatir aja."

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang