(9) Warung Mie Yamin.

484 56 7
                                        

***

Lorong sebelum ini — diisi sama toko bunga dan parfum, jelas wanginya semerbak. Rasanya, Yasmin mau diam berjam-jam di sana. Lorong di mana ia berpijak sekarang itu kebanyakan kafe dan studio foto. Komplek perumahan elit ini mengusung tema kota kecil di mana apapun ada di dalamnya. Sekolah, klinik kesehatan, klinik kecantikan, kafe, resto sampai waterboom juga ada. Itu cuma yang tampak oleh mata Yasmin — selebihnya mungkin ada lagi yang Yasmin tidak ketahui. Dan menguntungkannya, komplek ini tidak hanya didatangi oleh orang-orang komplek tapi juga luar.

Tadi memang Naja tidak ada — tapi setelah langkah mereka tiba di depan studio, laki-laki itu datang bersama mobilnya. Widi terdiam mematung. Dia tidak mau bersikap kekanak-kanakan dengan kabur sekarang. Tidak tahu ini sebenarnya adalah skenario Mario dan Yasmin atau bukan, Widi sudah tidak peduli. Ia buru-buru masuk ke dalam studio dan duduk di sana.

"Kata lu Naja nggak ada. Ini rencana lu?"

"Gue nggak ada waktu buat bikin drama, Yas."

"Yaaah mana tahu. Kan kita rencananya biar Widi Naja ketemu."

"Pas ditelpon Naja bilang sama gue kalo dia nggak bisa. Tapi gue bilang aja Naja bisa biar kita jadi ke sini." Mario sendiri tidak expect Naja beneran ada setelah laki-laki itu bilang dia ada kerjaan di luar. Tapi karena tidak mau menghilangkan momen bersama Yasmin, ia bilang saja Naja di studio. Malah beneran kayak lagi drama. "Nggak tahu anaknya tiba-tiba muncul."

Laki-laki itu keluar dari mobil. Tingginya tidak jauh dari Mario — hanya saja dia lebih kurus. Tampan — sudah pasti. Pertama kali Yasmin melihat wujud Naja, dia pikir ini cowok baru saja keluar dari webtoon. Saking unreal-nya.

"Kata lu nggak bisa tadi." Mario menyambut sapaan tangan Naja.

Ia cepat memeluk Mario, singkat. "Udah beres."

"Ada Widi." Yasmin ikut menjabat tangan Naja.

Ia menengok perempuannya dari kaca bening studionya. Diam — melipat tangan. Kaki-kaki kecilnya bergoyang seolah tidak nyaman. Ini kali pertama Naja bertemu dengan Widi usai pertengkaran mereka beberapa hari yang lalu. Dan Widi sama sekali enggan diajak ketemu. Ia tidak menduga awalnya kalau perempuannya itu akan ikut. Kata Mario di telepon tadi, dia menemani Yasmin karena Widi sendiri tidak mau.

"Emang ada yang kosong, Na?"

"Ada. Itu. Persis di tengah-tengah." Sang tuan menunjuk jauh ke belakangnya. Tidak tahu yang mana sebenarnya. "Sebelumnya juga toko kue, jadi setidaknya orang-orang udah tahu kalau mau beli kue di mana."

"Tapi agak terbebani juga dong ya kalau sebelumnya toko kue. Pelanggan setia mereka atau ternyata kue gue nggak seenak toko sebelumnya."

"Jangan mikir gitu ih." sambar Mario cepat.

"Mau lihat dulu nggak rukonya?" kata Naja.

"Boleh-boleh."

"Si kang ngambek gimana?" sambung Mario.

"Bentar."

Itu seruan Naja. Sebelum mengambil langkah pergi — Naja memutuskan untuk masuk studio dulu, menemui Widi. Studio Naja tampak sangat nyaman dan sunyi. Hanya karyawan Naja di meja admin. Dari lantai pertama itu, sudah kelihatan sangat estetik dengan warna hitam dan putih.

"Kamu mau di sini aja atau ikut cek ruko juga?"

Widi tiba-tiba sudah sibuk di depan hapenya, mengabaikan Naja. Pura-pura tidak mendengar. Saat Naja hendak berbicara lagi, sang puan bangkit dari duduknya. Lekas ke luar studio tanpa sepatah kata. Seperti tidak melihat keberadaan Naja di ambang pintu. Saat Widi melangkah keluar, Mario dan Yasmin kompak menengok. Juga kaget. Entah apa yang terjadi. Yang pasti belum ada tanda-tanda kalau keduanya akan berbaikan.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang