(12) Family.

437 49 3
                                    

***

Ting Nong...

Bunyi bel cukup menyadarkan Mario yang ngantuk banget. Entah siapa yang bertamu sepagi ini, cepat ia bangkit. Sambil mengucek matanya, ia mengambil langkah mendekat. Tidak mencurigai siapa di balik pintu. Sampai dia mendengar suara seorang laki-laki, Mario sadar sepenuhnya.

"Yo, belum bangun?""

"Anjing," Umpatannya jatuh setelahnya. Kepanikan menyergap dirinya. Mario menengok pintu di depannya itu dan pintu kamarnya — di mana ada Yasmin di sana. "Abang ngapain pagi-pagi dah mampir ke apart gue."

Di tengah paniknya itu, pintu apartnya tiba-tiba sudah terbuka saja. Seorang laki-laki dengan wajah tampan yang kelihatan baru bangun tidur juga itu tampil di hadapannya. Rambutnya berwarna hitam, halus.

Laki-laki itu ikut kaget seperti Mario. "Udah bangun?"

"Yo?"

Bersamaan dengan kehadiran abangnya, Yasmin muncul juga di ambang pintu kamar. Yang terkejut di sana bukan cuma Mario dan sang abang saja, tapi juga Yasmin sendiri. Dia tidak menyangka kalau ada orang lain di sana. Rasanya seperti sedang melakukan kesalahan karena berada di apart seorang laki-laki dan muncul dari dalam kamar. Yasmin seperti diciduk.

Cukup lama mematung karena situasi yang tidak ia harapkan — Yasmin akan bertemu abangnya, Mario teringat kondisi sang puan. Buru-buru dia melangkah mendekat. "Yas, nggak papa? Masih pusing nggak?"

Kalau dilihat dari perawakan Yasmin, memang tampak ia sedang tidak baik-baik saja. Rambutnya kusut. Bahkan ia masih mengenakan setelan hari-hari. Ia seperti habis pingsan dan baru sadar di pagi ini. Siapapun bisa menebak itu. Yasmin sadar, dari balik tubuh Mario, ia bisa melihat dirinya sedang didikte habis-habisan sama laki-laki di ambang pintu itu.

"Ooooh lupa gue," Mario bahkan bisa masih bisa ceria di tengah situasi dingin itu. "Abang gue, Yas. Bang kenalin. Yasmin, temennya Widi ini."

Mendengar Mario memperkenalkan laki-laki itu sebagai abangnya, Yasmin keluar dari persembunyiannya di balik tubuh Mario. Laki-laki itu sendiri cepat mengambil langkah masuk. Mendekat ke Yasmin dan tersenyum. Tatapan penuh diktenya yang terliha dingin itu hanya perasaannya saja.

"Maaf, Bang. Saya tadi malam — "

"Gimana?" Ia menyambar cepat. Ia sudah mulai paham sama situasi yang terjadi. Yasmin memang habis pingsan. "Udah enakan belom?"

Dengan terbatah-batah, Yasmin menjawab. "Udah, Bang."

"Btw kok lu tahu password apart gue?"

"Emang tahu."

"Hah?" Mario makin kaget.

"Password laptop lu hape lu pin atm lu semuanya tanggal lahir lu kan?"

"Hush!" Serang Mario cepat.

"Gue Daren. Abangnya Mario."

Alih-alih menanggapi sang adik, Daren mengulurkan tangan untuk bersalaman. Disambut Yasmin cepat sembari mengenalkan namanya juga. Daren itu — kalau dilihat secara sekilas memang tidak mirip sama Mario. Bahkan dari perawakannya saja, jauh banget. Gimana Mario yang super colorful dengan warna rambutnya yang nyentrik. Sedangkan Daren terlihat jauh lebih calm. Nggak banyak macam. Simple tapi adem banget lihatnya.

***

"Gue anterin aja, Yas."

Laki-laki itu masih mencoba menahan kepergian langkah kaki Yasmin — tanpa teman. Lama-lama Yasmin muak — pada dirinya sendiri sejujurnya. Sudah berapa banyak ia menganggu Mario sebab patah hatinya ini. Yasmin malu sendiri. Bahkan untuk seseorang seperti Mario. Yang baru kenal.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang