(8) Sore.

370 47 5
                                    

***

"Gue kira keluarga lu udah tahu lu putus sama Ivan."

"Lu expect gue bakal cerita kalau dia selingkuhin gue kah?"

Sekarang, Mario dan Yasmin melangkah bersama ke luar mall. Sudah berpisah sama Hanin yang kembali ke kampus. Kalau Mario jadi Yasmin, ia juga pasti tidak akan mau menceritakan hal sebenarnya. Tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan keluarga akan nasib jeleknya itu.

"Parkir di mana?" tanya Yasmin.

"Gue tadi didrop sama temen."

"Ooooh bagus dong. Gantian gue yang jadi supir lo."

"Ya Tuhan. Supir nggak tuh."

Tawa Mario jatuh — dan itu kali pertama Yasmin berdebar melihatnya. Bibirnya seperti membentuk love. Menampilkan jajaran gigi putihnya yang rapi. Matanya menyipit. Kelihatan pipi bolongnya yang selama ini tidak ada tanda-tanda lesung di sana. Yasmin tidak tahu kalau kalimatnya selucu itu.

"Lu tuh emang sereceh itu ya?"

"Yaaah lucu aja. Nggak nyangka lu mention kata supir. " katanya. "So, gue jadi passenger princess gitu? Lu nggak baru belajar bawa mobil kan?"

Dilempar kalimat usil itu, Yasmin sebal kecil. "Lu ngeremehin gue?"

"Bukaaan gitu."

Obrolan mereka menuju basement semakin riuh dengan keisengan Mario menggoda Yasmin yang gampang tersulut marah itu. Tapi meski begitu, tawanya juga tidak lupa jatuh sebab Mario menularkan tawanya tersebut.

"Jadi gimana? Kapan ketemu Naja? Biar gue temenin."

"Lu mau nggak sih biar Naja Widi ketemu?"

"Maksudnya gue bawa Naja lu bawa Widi gitu?"

"Yaaah lu mau gue yang ngajak Naja gitu? Gue aja nggak akrab ama dia."

"Gue sebenarnya juga sih???"

"Lu bilang temen?"

"Temen SMA tapi kenal doang. Gue IPS, dia IPA."

"Gimana sih?" Yasmin sebal lagi.

Alis Mario mengernyit. "Kok marah? Faktanya begituuuu."

"Nggak ada yang marah kenapa lu nggak temenan sama Najaaa."

"Itu mukanyaaa bete????"

"Default muka asli gue emang begini!!!"

Semakin banyak waktu yang mereka habiskan bersama, keduanya semakin tampak lebih nyaman satu sama lain. Seperti sudah lama saling kenal. Terus berulang-ulang. Diisengin Mario, Yasmin bagian marah-marah. Sang puan bercerita — Mario bagian ketawa.Yang ujungnya Yasmin juga ikutan.

Setelah berjalan cukup jauh untuk sampai ke basement mall, akhirnya mereka sampai. Mobil Yasmin rasanya sudah seperti mobil sendiri. Mario duduk dengan sangat nyaman di bangku penumpang — kali ini. Ia memeriksa dirinya di kaca kecil di depannya. Merapikan rambut nyentrik birunya itu. Hanya dengan tingakh lucunya yang kecil itu, Yasmin ketawa.

"Beneran lu bisa bawa mobil kan?"

"Kantor lu ada asuransi jiwa kan?"

"Yang bener ajalah, Yas." Matanya menyala — panik sedikit.

Sambil menyalakan mesin mobil, Yasmin bertanya lagi. "Ada nggak?"

"Yaaah ada."

"Yaaah yaudah. Kenapa khawatir?"

"Ihhh cewek gila ya lu, Yas. Kalau mau mati jangan ajak-ajak gue."

Yasmin sama sekali tidak tersinggung dengan kalimat panik Mario itu — justru ketawanya semakin besar. Pelan-pelan ia melajukan mobilnya ke luar basement. Dengan Mario yang buru-buru memasang seatbeltnya karena sejak masuk tadi kebanyakn gaya. Yasmin tidak tahu dia benar-benar takut atau drama saja seperti wataknya itu. Tapi mukanya pucat.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang