***
Tidak banyak babibu lagi, Yasmin segera meluncur ke apart Mario. Matanya melirik kesana kemari, ligat. Dia mau cepat sampai tapi tetap harus aman selama berkendara. Mendengar kabar Mario pingsan, jantung Yasmin langsung berdegup kencang. Khawatir sekali. Melihat bagaimana cara Mario bekerja, Yasmin sudah menduga hal ini bisa saja akan terjadi.
Dibantingnya pintu mobil sampai kedengaran suaranya sebab terburu-buru. Sampai di basement apart Mario, dia mengambil langkah banyak dan cepat. Pergi menyelusuri koridor apart dan mencari nomor unit Mario. Tiba di sana, lekas Yasmin menekan bel dan sudah ada Harshad.
"Dia suka nggak ya sama gue, Cad?"
"Suka deh kayaknya, Nyet."
Pertanyaan Mario tadi dijawab Harshad sekarang saat ia melihat bagaimana mimik wajah cemas yang Yasmin punya dan langkahnya yang terburu-buru nyamperin Mario di kamar. Harshad cukup ahli dalam menganalisa situasi ini. Yasmin sudah ada hati untuk Mario, mungkin?
"Kok bisa pingsan, Cad?"
Setelah lama diam memandang Mario yang terbaring di tempat tidurnya itu, Yasmin akhirnya bersuara. Suaranya tiba-tiba terdengar parau.
"Kayaknya selama di Jogja nggak pake tidur lagi."
"Dia kenapa kerja sampe segitunya sih, Cad? Emang kantor penerbitan kerjanya sampai pagi ketemu pagi gitu?" tanyanya agak emosional.
Harshad jadi takut tiba-tiba. "Nggak, Yas. Dia aja yang begitu."
Sadar kalau kalimatnya sudah dibalut amarah, Yasmin kemudian diam. Dia tidak tahu bagaimana cara kerja kantor Mario dan Harshad dan ada baiknya dia tidak menuduh macam-macam. Nggak adil juga buat Harshad jadi korban luapan emosinya. Yasmin salah kalau marah nggak jelas gini.
"Yaudah. Gue tinggal nggak papa kan?"
Perempuan itu mengangguk.
"Tadi dia udah mau minum obat kok, Yas, cuma emang keburu tumbang duluan depan pintu. Anaknya jarang sakit walaupun kerjanya mati-matian begitu. Soalnya emang rajin minum obat sama vitamin juga. Jadi nggak usah khawatir ya. Bakal baik-baik aja kok. Tapi ntar kalau udah bangun coba aja ajak ke dokter. Biasanya nggak pernah mau kalo sama gue."
Penjelasan Harshad itu panjang banget. Yasmin mendengarkan. Prihatin.
***
Karena tubuh Mario panas, Yasmin memasang bye bye fever di keningnya. Dengan hati-hati supaya pas dan tidak membangunkan sang tuan. Rambut biru menyalanya sudah hilang. Sekarang jadi warna hitam seperti warga indonesia pada umumnya. Ditariknya selimut yang membungkus dirinya itu sampai ke atas lehernya. Tengilnya langsung hilang kalau lagi sakit begini. Biasanya bawel dan banyak bunyi. Suasana jadi ikutan sepi.
Sudah berapakali Yasmin berada di kamar Mario — bahkan tidur di tempat Mario tidur sekarang. Yasmin jadi bertanya-tanya, memangnya dirinya ini siapa. Detik itu juga dia langsung menengok pintu depan apart. Bagaimana kalau tiba-tiba ada seorang perempuan datang dan menjenguk Mario sekarang. Kalau nanti ditanya dia siapanya Mario apa sudah bisa disebut seorang teman. Tapi teman apa yang berada di kamarnya kayak gini. Sendirian. Nggak ada siapa-siapa selain dia dan Mario. Kecuali gelas berisi air dan bungkus obat di sebelahnya. Juga bubur, kalau pas bangun nanti Mario lapar. Dia beli bersama bye bye fever lewat aplikasi pesan antar tadi.
Pikirannya yang kemana-mana itu membuatnya gelisah, Yasmin mengambil langkah ke luar dan berniat minum. Sebagai balasan atas kebaikan yang belakangan ini Mario lakukan padanya, sudah seharusnya dia juga berada di saat seperti ini. Mario sudah sangat baik padanya. Dan sebenarnya selain karena itu — alasan sederhananya, karena Yasmin ingin. Dia tiba-tiba ingin tahu kondisi Mario. Dia tiba-tiba ingin didekat Mario. Rasanya gelisah sekali misal sekarang dia harus disuruh pergi dari Mario.
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS
Romance[COMPLETED] Yasmin melewati struggle hidupnya dari dia diselingkuhi sampai dipecat. Tidak ada yang Yasmin harapkan dalam hidupnya saat ini selain kebahagiaan. Dia hanya ingin menjalani hidupnya dengan nyaman. Ngumpul sama keluarganya, nongkrong sama...