(19) Prepare.

158 35 6
                                    

***

Persiapan untuk opening toko kue, Yasmin dibantu banyak orang. Begitulah memang dia dicintai. Pagi-pagi sekali ada Mama Papa, Hanin, Mbak Ugi dan Joan, pacarnya. Sebenarnya tidak membantu sepenuhnya —lebih banyak melihat saja. Papa bersama Joan memperbaiki beberapa pajangan yang miring di pandangannya. Mama super berisik tapi bukan yang bawel. Apalagi ketemu Carmelo dan Nadia yang sudah dianggapnya anak dari dulu. Keduanya pun turut senang akan kedatangannya. Mbak Ugi hanya duduk sambil memperhatikan karya-karyanya di berbagai sudut kafe. Hanin, entah kemana.

"Padahal besok aja dibilangin datangnya."

Yasmin sudah lama tidak dirayakan kebahagiaannya. Benar-benar setahun belakangan ini dia seperti hidup sendiri dan arahnya nggak jelas. Sekarang, kembali ramai.

"Halo, semuanya."

Tiba-tiba Widi datang bersama Hanin di sebelahnya. Gadis kecil itu yang hilang sejak kedatangannya dapat dijawab kemana perginya. Tentusaja, studio Naja. Sebab Naja pun ada di sana. Beraninya dia sampai ke studio laki-laki itu.

"Aku bakal sering datang, Mas."

Semua orang memperhatikan Hanin setelah bicaranya jatuh. Jadi yang paling bungsu pasti sangat menyenangkan. Naja mengangguk dengan senyum manis. Pribadi yang gampang sekali akrab dengan orang. Yasmin dan sekeluarga besar mau heran juga hanya bisa menghela napas.

Kedatangan Widi dan Naja bersamaan dengan pamitnya keluarga Yasmin. Kelihatan canggung karena Widi sendiri tidak begitu akrab pada mereka dan untuk Naja ini adalah kalipertama.

Cukup melelahkan menghadapi satu keluarganya datang tapi Yasmin senang. Kebahagiaan itu tercetak jelas di wajahnya. Widi juga turut merasakannya. Sekarang gantian, Widi dan Naja datang untuk melihat persiapan openingnya.

"Kok bisa dia tiba-tiba di studio lo, Na?"

"Hanin?"

"Gue panggil pas lihat dia jalan-jalan sendiri nggak tahu mau kemana," sambung Widi dengan langkah bersamaan dengan yang lain. Dia berada tepat di antara Yasmin dan Naja di kiri dan kanannya. "Dia beneran kepoan ya anaknya. Gue takut dah dia diculik. Padahal udah gede juga."

Sampai di dalam toko, Naja segera memisahkan diri bergabung dengan Carmelo yang sedang membawa beberapa barang. Ia segera membantu bahkan tanpa sempat memperkenalkan diri dulu.

"Makanya nggak dikasih bokap nyokap kuliah di luar kota. Dia sama semua orang diajak ngobrol."

"Sumpah iya. Sama Jiwa aja udah kenal akrab."

Yasmin menengok Widi, sedikit kaget. Tapi nggak sepenuhnya kaget juga. "Jiwa karyawan baru Naja?"

Dibalas Widi dengan mengangguk. Mereka lekas naik ke lantai dua, khusus untuk baking. Ada Nadia di sana dengan apron dibadannya. Widi sama sekali tidak paham hal-hal begini. Jadinya dia cuma kebagian bantu ambilin ini dan itu. Namun lumayan mengurangi kerjaan Nadia yang lagi mengadon kue. Puan itu tidak harus tegak-duduk. Dia sendiri yang menawarkan diri. Tadinya Nadia juga segan untuk memerintah. Tapi pelan-pelan karena itu, mereka jadi akrab.

"Dia aslinya lebih muda 2 tahun dari gue, Nad."

Bahkan pasti ada yang mengira Widi masih kuliah. Dia terlihat sangat muda, belum lagi tubuh mungilnya yang ia punya. Hanya saja Nadia tidak menyangka kalau dia bisa jadi sahabat Mbak Yasmin yang notabene sangat dewasa dimatanya.

"Gue cepet masuk sekolah terus akselerasi pas SMA." terangnya. "Cuma gimana ya walaupun umur gue 23 tapi jiwa gue kayak udah 25 tahun."

Nadia ketawa mendengarnya. Dia cuma beda 1 tahun dengan perempuan itu tapi memang kerasa sekali dewasanya. Mbak Yasmin pun yakin merasakan hal yang sama. Berapakali Nadia mendengar Widi bicara dan Mbak Yasmin tidak banyak protes. Kebanyakan mengangguk saja.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang