***
"Tapi Wid,"
"Apalagi sih, Yas?" Balasan perempuan itu datang sebelum Yasmin menyelesaikan ucapannya. "Lo masih sayang sama Ivan ya?" serangnya.
Dengar itu, Yasmin langsung menengok Mario yang berdiri tidak jauh darinya. Mata mereka bertemu. Tangannya terlipat di depan perut. Tak ada reaksi apapun setelah kalimat Widi, sepupunya itu jatuh. Raut wajahnya datar. Sorot matanya semakin dalam. Yasmin barusaja mendengar kabar soal Juno yang melaporkan Ivan ke polisi. Ia tak ingin ini terjadi sejujurnya.
"Bukan gitu,"
"Dia make juga. Lo tahu?"
"Nggak."
"Beneran?"
"Gue nggak tahu, Wid."
Suara lirih Yasmin terus-terusan disambar kasar sama Widi. Dia seperti lagi diintrograsi. Duduk dia sendirian di sofa living room. Sedangkan yang lain berdiri menatapnya. Sebenarnya, baik Mario atau Naja, mereka diam karena nggak mau ikut campur saja dengan obrolan antar temen di antara dua gadis itu. Walaupun, Naja sudah mulai cemas karena Widi mulai tinggi nada bicaranya.
"Gue cuma nggak mau nyeret-nyeret Juno ke masalah gue." Dia bicara lagi. Berusaha meninggikan suara tapi justru semakin terdengar parau. "Udah cukup Ivan nyusahain lo semua." sambungnya, penuh ketegasan kemudian.
Widi mengambil langkah ke meja kitchen bar, duduk di kursi di sana. Sedang berusaha meredam amarah juga. "Orang dia juga diserang. Terus emang Juno sendiri yang mau. Gue nggak minta ke dia. Itu kalau dia nggak ngelapor, rekaman cctvnya mau gue share ke Twitter. Mau gue viralin. Dia bakal tetap ditangkap polisi dan ketahuan make. Nggak akan bisa lolos lagi."
Widi mungkin saja benar-benar akan melakukan itu — mengingat dia sendiri sangat muak dengan kelakuan Ivan. Naja menengoknya, begitupula dia. Selama ini, apa yang ingin dia lakukan selalu diawasi Naja namun tuannya tak bisa melarang. Widi tidak perlu izin atas apa yang dia inginkan.
"Udah ya. Gue harus ke kantor sekarang." Perempuan itu kembali bersuara. Turun dia dari kursinya. "Pokoknya lo nurut. Jangan banyak bantah. Gue sama yang lain mau nyelamatin lo, Yas. Nggak ada yang merasa terbebani di sini."
Yasmin diam, kemudian suara lirihnya datang. "Thanks ya, Wid,"
"Nggak usah makasih-makasih." Ia anti sekali dengan haru-biru. "Udah sama Mario kan? Gue nggak perlu marahin lo lagi abis ini. Walaupun dia aneh tapi gue bisa jamin kalau dia anak baik."
Pujian itu datang, dengan khas Widi sekali. Semuanya tahu betul. Baik Yasmin, Naja bahkan Mario sendiri. Kalimatnya pujiannya harus sambil mengejek sedikit. Dan setelahnya senyum semuanya terlukis. Suasana mendingin.
***
Mario memperhatikan perempuannya itu memakai sepatunya sebelum mereka pergi.
"Sini aku bantuin."
Bukan bermaksud menyinggung Yasmin yang terlalu lama atau dianya kesulitan, tidak sama sekali, Mario hanya ingin melakukannya saja. Jongkok dia kemudian. Memasangkan tali sepatu sang puan satu persatu. Yasmin cepat menolak tadinya tapi dia sudah terlebih dahulu mendekat.
Dihadapan Mario itu, Yasmin bisa melihat hidung mancungnya. Rahangnya yang tegas. Juga bulu matanya yang tebal dan lentik. Persis seperti yang ia lihat semalam. Mario memang semanis itu. Belum lagi aroma tubuhnya yang wangi. Yasmin ingin rasanya tinggal di dekatnya lama-lama.
"Kamu mikir aku masih sayang sama Ivan juga?"
Demi Tuhan, kalau kemarin Yasmin yang marah nama Ivan disebut karena sebenci itu, sekarang giliran Mario. Cuma tak mungkin juga dia mengamuk ke perempuannya. "Orang gila aja yang mikir begitu. Jelas-jelas kamu setakut apa."
![](https://img.wattpad.com/cover/363290633-288-k451797.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS
Romance[COMPLETED] Yasmin melewati struggle hidupnya dari dia diselingkuhi sampai dipecat. Tidak ada yang Yasmin harapkan dalam hidupnya saat ini selain kebahagiaan. Dia hanya ingin menjalani hidupnya dengan nyaman. Ngumpul sama keluarganya, nongkrong sama...