***
Pelan-pelan, Mario membuka matanya. Pandangannya masih samar-samar. Ditambah lagi suasana kamar yang remang. Tidurnya cukup nyenyak sampai-sampai ia tidak mimpi-mimpi apa semalam. Dilihatnya kursi yang tadi malam didudukin Yasmin sebelum dia terlelap. Tidak kelihatan ada perempuan itu. Ditelusurinya setiap sudut kamar hati-hati — sama saja. Hanya dirinya sendiri di kamar. Bangkit ia pelan-pelan. Badannya sudah jauh lebih enak dari sebelumnya. Diambilnya langkah ke luar kamar dan menemukan Yasmin terbaring di sofa living room. Tertidur di sana.
Perempuan itu tidur memeluk dirinya sendiri. Sebelum mengambil selimut di dalam kamar, mata Mario menangkap segelas susu dan bubur di atas meja. Kening Mario kemudian berkerut. Apa mungkin Yasmin barusaja tertidur setelah membelikannya sarapan. Dilihat juga dari hapenya di atas meja, susu utramilk coklat dan sandal jepit kegedean karena milik Mario di dekat sofa. Kalau benar, apa artinya dia tidak tidur semalaman suntuk?
Tidak ada suara yang Mario keluarkan usai menemukan Yasmin yang tertidur. Diambilnya selimut dan ditaruhnya di atas sang puan — tak ingin ia kedinginan. Diturunkannya suhu AC juga. Pergi ia kemudian ke kitchen. Meminum susu dan bubur yang memang sepertinya dibeli Yasmin. Masih hangat sekali. Dan rasanya kayak nggak mau cepat habis. Soalnya makannya sambil terus memandang Yasmin tidur. Pemandangan cantik.
Gggrrt!!! Gggrrt!!!
Hape Mario tiba-tiba bergetar di atas meja. Ada panggilan masuk dari Harshad. Dengan buru-buru, Mario mematikannya alih-alih mengangkat panggilan tersebut. Ia tidak mau sampai membangunkan Yasmin. Tapi setelahnya, dia menelepon balik. Dengan amarah yang bisik-bisik.
"Berisik lu pagi-pagi!"
Khaesan di sebrang telepon jelas kaget dilempar kalimat seperti itu. Dia menelepon dengan niat baik. "Yo???? Lu nggak salah ngomong begitu?"
"Yaaah lu berisik. Nelpon gue."
"Gue nelepon lu karena takut lu meninggal."
Sebenarnya keasbunan Harshad datang karena Mario sering begitu juga. Jadi sebagai ketua asbun Indonesia, Mario tidak kaget lagi dengan kalimat itu. Dia masih menyantap buburnya sedikit lebih cepat di beberapa sendokan terakhir. Kemudian menaruh mangkok dan gelas yang sudah kosong itu ke wastafel. Pergi dia dari kitchen. Takut menganggu Yasmin.
"Lu tetap nggak akan bisa mengambil jabatan gue kalo gue meninggal."
"Dunia mulu, Yo, yang lu pikirin."
Sekarang Mario sudah berada di depan lemari bajunya. Langkahnya langsung sampai ke sana. Dilihatnya baju di gantungan yang bermacam-macam warna. Mejikuhibiniu. Campur jadi satu sama warna putih dan hitam. Bingung mau pakai baju apa hari ini. Tapi lu habis sakit, Yo?
"Gue serius. Lu gimana? Udah nggak papa?" Harshad berbicara lagi.
"Yaaah nggak papa, Nyet. Demam doang."
"Oke?" singkat Harshad. "Tapi lu nggak usah ke kantor dulu hari ini. Izin aja."
"Balik meriang lagi dong gue kalo nggak kerja."
"Ahhh tai emang lu. Lu sekarang lagi milih baju ya?"
"Pake apa ya hari ini?"
Harshad mau melarang pun sudah malas. Nggak bakal didengerin juga sama Mario. Dia sakit saja kerja apalagi sudah sehat bugar. Memang kinerjanya tidak akan menurun kalau lagi nggak fit. Cuma di sini, Harshad berbicara sebagai sahabatnya. Dia nggak mau juga Mario tambah drop.
Karena masih sedikit meriang, Mario memutuskan untuk memakai jaket dengan corak bendera amerika. Memang merah menyala. Tapi meriang-meriang begini, pikir Mario akan gerah juga kalau pake celana panjang. Jadi dia memutuskan untuk pakai celana pendek saja. Ditaruhnya pakaiannya itu di atas ranjang. Bersama celana dalam juga. Tapi dia lupa kalau ada Yasmin — takut kalau perempuan itu tiba-tiba bangun dan datang.

KAMU SEDANG MEMBACA
HAPPINESS
Romance[COMPLETED] Yasmin melewati struggle hidupnya dari dia diselingkuhi sampai dipecat. Tidak ada yang Yasmin harapkan dalam hidupnya saat ini selain kebahagiaan. Dia hanya ingin menjalani hidupnya dengan nyaman. Ngumpul sama keluarganya, nongkrong sama...