(17) Birthday.

355 41 1
                                    

***

Yasmin semakin sibuk mengingat opening toko kuenya akan diadakan lusa. Sebenarnya ia tidak begitu kesulitan untuk mempromosikan jualannya karena memang sejak lama sudah punya pelanggan setia. Yasmin bisnis kue bukan sehari dua hari. Karena sekarang ada outletnya, ia tinggal mempromosikan lokasi. Dan semua itu ia serahkan ke Carmelo.

"Lu terkenal apa gimana sih, Mbak? Tiap lu repost feed ig toko yang follow nambah mulu." Carmelo di meja kasir itu tidak lupa memuji Yasmin ketika memberitahu updatean instagram toko. Pandangannya menatap layar hape, serius. "Sama... gue udah diterima kan? Gue nggak papa, Mbak, kalo sekalian ngasir. Aman aja. Dospem gue juga keseringan ke luar kota."

Carmelo itu tinggal di komplek rumah Yasmin — sama seperti Nadia. Dulu pas kecil-kecil, mereka sering main dan kerjabakti bareng. Setelah dewasa, Nadia diajak Yasmin untuk bantu bikin kue. Carmelo sendiri tahu soal ini dari Nadia dan akhirnya menawarkan diri untuk bergabung. Yasmin tentu saja dengan senang hati menerima. Dia memang butuh karyawan. Dan kalau orangnya Carmelo, ia jadi tidak perlu melakukan wawancara lagi.

"Alah emang lu sengaja nggak mau skripsian kan?"

"Kok tau sih,"

Sontak, suara tawa hadir di antara mereka.

"Nggak usah khawatir, Mbak. Kayak sama siapa aja." Nadia muncul dari dapur. Cantik dengan apron di badannya. Dari siang nggak dilepas-lepas sama dia. "Ntar kalo Carmelo keteteran di kasir, gue bantuin. Ntar gue kalo udah nggak bikin kue lagi, gue yang melayani pembeli. Sama kita nggak usah nggak enak gitu, Mbak." lanjutnya, sukses bikin Yasmin terharu.

Sebenarnya kekhawatiran itu datang tidak begitu dipikirkan Yasmin, sebab toko kuenya sendiri juga baru buka. Tidak akan seramai itu. Ia hanya khawatir kalau Nadia dan Carmelo bekerja di luar jobdesk mereka. Seperti kata Nadia, ia tidak enak. Meskipun keduanya tidak mempermasalahkan.

"Iyaaa. Makasih ya semuanya."

Jangan 'kan Yasmin, Nadia sendiri tidak menyangka perempuan di hadapannya sekarang ini pada akhirnya cita-citanya kesampaian juga — punya toko kue. Sudah berapa lama Yasmin tidak baking, Nadia pikir Yasmin sudah lupa dengan cita-citanya. Nadia bangga bukan main.

Gggrttt... Gggrtt...

Dering hape Yasmin berbunyi usai Yasmin mengucapkan terima kasih. Sebenarnya ada banyak yang ingin ia katakan namun ia takut menangis. Pas sekali Mario meneleponnya. Situasi ini bukan hal luar biasa lagi. Intensitas keduanya teleponan itu sudah sangat sering belakangan ini.

"Lagi di mana?"

"Masih di toko. Kenapa?"

"Mau ikut nggak? Apa lagi sibuk?"

"Sekarang?"

"Nanti jam 5 sore. Udah mau bikin kue ya?"

"Belom kok. Besok mulainya."

"Bunda kan ulang tahun hari ini. Dia mau ngajak makan-makan. Ikut yuk."

"Hah?????"

Mendengar ajakan itu — tentu saja Yasmin kaget. Ia pergi dari hadapan Nadia dan Carmelo yang tidak bermaksud mendengar suaranya karena memang daritadi bersamanya. Diambilnya langkah ke dapur. Ada banyak yang ingin ia katakan usai ajakan Mario barusan. Tak enak didengar nanti.

"Widi ikut juga."

Seolah tahu akan ada penolakan, Mario langsung membawa nama Widi.

"Yaaah kan Widi sepupu lu."

Lama Yasmin diam. Ia bahkan belum menolak tapi Mario sudah tahu maksudnya. Yasmin hanya tidak mengerti (atau sebenarnya denial saja) akan makna tersirat Mario mengajaknya ke acara ulang tahun Bundanya. Selama Yasmin pacaran — bertahun-tahun, ia tidak pernah sampai dikenalkan dengan keluarga cowoknya. Yasmin merasa juga tidak perlu sampai segitunya karena hubungan yang dia jalani belum seserius itu. Tapi bagaimana dengan Mario yang jelas-jelas mereka hanya berteman saja.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang