(6) Mini Kitchen Bar.

270 40 1
                                    

***

"Mau makan apa?"

Pertanyaan itu datang setelah Mario menjelaskan kalau ada rendang, ayam yang sudah diungkep dan tinggal digoreng juga abon sapi di dalam kulkas yang semuanya dibawa Mamanya dari rumah. Yasmin tentu saja kebingungan. Kenapa bisa sebanyak itu. Sedangkan yang ditinggal di apart ini cuma dia sendiri. Belum lagi beberapa sayur dan buah yang ditaruh Mamanya juga. Sirup, jus dan air mineral berbotol besar di pintu kelas.

"Ini bakal abis semua? Atau malah kebuang?"

"Biasanya nyokap gue nggak sebanyak ini sih bawanya." kata Mario sembari mengambil nasi di rice cooker. "Segini cukup atau lagi?" tanyanya ke sang puan.

Yasmin cepat menengok piring di tangan Mario yang sekarang sudah terisi nasi putih. Tidak banyak — hanya setengah piring. "Eh. Udah-udah."

"Biasanya nyokap gue nggak sebanyak ini bawain makanan. Nggak tahu ini kayaknya lagi semangat banget. Atau marah?" serunya lagi, kemudian menaruh piring buat Yasmin di hadapan sang puan dan piring untuknya juga. Tangannya cepat mengambil peralatan makan bersama kalimatnya yang nggak putus itu. Yasmin ketawa. "Jarang sih kebuang soalnya kalau udah kayak gini gue bagi ke Widi atau anak-anak kantor. Kalau lo mau nanti bawa aja. Masakan nyokap gue enak. Gue nggak peres, sumpah. Dia pernah buka rumah makan."

"Beneran?"

"Apa?"

"Pernah buka rumah makan?"

"Kenapaaa sih? Lu tuh emang gampang diboongin ya?"

Yasmin lupa kalau Mario itu asbun. Ia cukup kesal kena perangkap lagi. Tapi dia tidak bisa marah karena terlalu malas meladeni keasbunannya.

Sekarang sudah ada piring, sendok dan segelas air di hadapan Yasmin. Begitu juga dengan Mario sendiri. Ia kemudian menaruh box berisi rendang sebelum akhirnya duduk di meja mini kitchen barnya. Persis di depan Yasmin yang sejak tadi cuma nengokin dia mondar-mandir.

"Coba deh. Lu pasti nggak pernah nyoba ini."

"Gue pernah makan rendang."

"Yaaah maksudnya rendang ini. Ini beda dari yang lain."

"Beda apanya?"

"Ini rendang asli!"

"Emang yang lain palsu?"

"Ada aja sih jawabannya. Lu dimarahin Mak gue ntar."

Yasmin sudah pernah buat rendang — beberapa kali, dan itu selalu enak. Begitulah respon orang-orang di rumah dan teman-temannya. Dari sudut pandang Yasmin sendiri, rendang buatannya itu jelas bukan asli Sumatera Barat. Soalnya Yasmin sudah pernah mencicip rendang orang sana. Dan ketika ia mencoba rendang buatan Mama Mario, Yasmin setuju sama omongan Mario. Ini rendang asli. Asli minang.

"Nyokap lu orang Minang?" tanya sang puan, kaget.

"Orang Tangerang kan gue bilang tadi."

"Kaya rendang Nenek gue."

"Nenek lu orang Padang?"

"Bukan Nenek kandung. Nenek angkat gue."

"Lu pernah tinggal di Padang?"

"Yaaah enggak. Di komplek gue. Rendangnya persis begini."

"Kirain pernaaah. Soalnya gue pernah tinggal di Padang. Dulu pas SMP."

Mata Yasmin langsung menyala — tertarik dengan pembahasan malam ini. Pembicaraan yang sederhana saja. Soal rendang dan Padang. Dari banyak hal yang mungkin bisa dan seharusnya dibicarakan — mereka lupakan. Yang kemudian berlanjut tentang masa kecil mereka. Tentang bagaimana mereka di rumah. Pembahasan lebih dekat tentang satu sama lain.

HAPPINESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang