34

2.4K 89 0
                                    

Malam harinya di kamar, Alika sedang melakukan perawatan wajah didepan kaca rias. Dirinya memoles wajahnya dengan night cream saat itu.

Lucas juga baru keluar dari dalam kamar mandi dan segera membaringkan tubuhnya bersamaan Alika di atas kasur.

Alika menatap Lucas yang masih bermain ponsel, mengecek email atau chat masuk.

"Kamu serius dengan perkataanmu tadi? Kalau kamu akan pergi ke Amerika dalam beberapa waktu ke depan?" tanya Alika cemas. Lucas balik menatap Alika dan tersenyum, ia usap lembut pipi ranum Alika.

"Jangan khawatir. Saya tidak akan lama-lama kok berada disana. Sering-sering saja berkirim pesan dengan saya." ucap Lucas.

"Tapi berapa lama? Aku enggak mau dighostingin lama-lama sama kamu." ucap Alika.

"Bahasanya kayak anak muda jaman sekarang aja. Memangnya kita pacaran hmm?" tanya Lucas mencubit pipinya.
Alika mengadu manja.

"Ayolah Mas, kamu pasti bakal lama-lama kan disana? Lalu nanti pulang-pulang sudah membawa istri baru yang super cantik?!" tanya Alika cemas.

"Ya enggaklah, wanita paling cantik didalam hidup saya itu kamu, nenek saya dan ibu saya, ah dan Angela juga. Dia sepertinya tidak mau ketinggalan begitu saja, langsung muncul saja di kepala." ucap Lucas, Alika tertawa mendengarnya.

"Sepertinya Angela suka sekali disebut cantik oleh kakaknya." ucap Alika.

"Kamu mau?" tanya Lucas.

"Aku maunya kamu pulang kesini jangan bawa istri lagi." ucap Alika.

"Ya enggaklah, ngapain bawa istri lagi. Yang ini aja udah puas banget." ucap Lucas. Alika mencubit gemas pinggangnya.

"Dasar tukang gombal."

"Kamu kesana mau ngurus perusahaan disana itu?" tanya Alika.

"Iya, sama mau mengurusi harta warisan dan aset perusahaan sepeninggal ayah saya." ucap Lucas. Alika mengohkan perkataannya.

"Tapi bukannya katamu mereka saling berebut harta warisan ayahmu itu?" tanya Alika.

"Ya benar, mereka saling berebut. Tapi sudahlah, saya kesana ingin meluruskan saja apa yang sudah hak saya. Atau nanti bisa kami bagi secara rata tentang masalah itu, dan mencocokkan dengan wasiat yang ditinggalkan ayah saya." ucap Lucas.
"Aku sangat berharap kamu baik-baik saja disana. Khawatirnya nanti muncul hal yang tidak diinginkan dari segala perseteruan ini. Aku takut kamu celaka." ucap Alika.

"Ssst, jangan ngomong begitu. Jika Tuhan berkehendak, saya pasti akan pulang dengan selamat. Tunggu aja." ucap Lucas. Alika tersenyum dan mengangguk.

Dua hari kemudian, Alika pun melepas kepergian Lucas dan Beatrice yang memang berada dalam satu pesawat. Alika melambai tangan pada mereka berdua yang kian menjauh pergi bersama lima bodyguardnya.

Kemudian dirinya kembali lagi ke perusahaan dengan masih ditemani oleh bodyguard barunya yang bernama Rino.

Meskipun sempat ditanyakan apakah dirinya akan menyusul Lucas ke Amerika, akan tetapi Alika menolak untuk ikut karena dirinya tidak ingin meninggalkan perusahaannya begitu saja.

Jika dirinya dan Lucas pergi kesana otomatis entah perusahaannya maupun perusahaan Lucas juga akan terlantar. Meski untuk perusahaan Lucas sendiri masih ada Angela yang menghandlenya. Sejujurnya melepas Lucas pergi ke Amerika benar-benar membuat Alika cemas, ia diam-diam khawatir kalau ada hal aneh menimpa Lucas disana. Semoga saja tidak.

Di kantor Alika's group kini sedang ada lomba memasak. Ini adalah acara tahunan yang biasa dilakukan tiap pertengahan tahun.

Mereka memasak didalam satu ruangan yang lumayan luas, sejujurnya itu adalah ruangan divisi marketing yang disulap dalam waktu sehari menjadi ruangan diselenggarakannya lomba.

Ada sekitar sepuluh meja bersama kompor disertai peralatan dan perlengkapannya.

Di meja itu pula berdiri sepuluh orang karyawan yang menjadi peserta dalam acara ini. Alika melihat keceriaan mereka saat memasak ketika itu, bahkan ada yang saling bernyanyi saat itu.

Tapi sayangnya acara ini hanya berdurasi 3 jam saja sampai waktu istirahat tiba.

Alika mencicipi makanan yang sudah matang lalu sesekali mencandai Albert, menyuapkan makanan padanya. Albert menolak tegas.

"Ayolah Al, ini enak loh. Bantu aku memilih yang mana yang terbaik." ucap Alika.

"Saya bukan kambi---vegetarian. Maaf."
"Oh jadi kamu mirip Elijah begitu? Mau kuberi tulang?" tanya Alika. Albert hanya melengos.

Alika terus mengunyah makanannya dengan baik lalu telan. Rasanya enak, yah lumayan untuk menunda lapar dibanding menunggu waktu istirahat tiba. Suara gaduh musik terus terdengar disana, menambah meriah suasana saat itu.

Kompor terus menyala, mereka terus mengoseng-oseng beragam macam makanan yang dibuat. Ada banyak hasil hidangan yang tersajikan.

Namun belum selesai itu saja, karena diharuskan memasak 3 macam makanan dan 1 minuman. Beberapa masih membuat 2 macam makanan.

Sisa 1 makanan dan 1 minuman lagi.
Akan tetapi tiba-tiba Alika merasakan getaran di seluruh ruangan tersebut, dikira dirinya terkena anemia.

Tapi nyatanya tidak.. semua orang pun turut merasakan getarannya. Alika menduga jika ini adalah gempa. Ia bahkan bisa mendengar orang banyak saling bersautan dan meneriakkan hal yang sama.

"GEMPA! ADA GEMPA!" seraya pergi dari sana berduyun-duyun.
Getaran gempa semakin menguat, bahkan beberapa dari mereka saling terjatuh.

Termasuk Alika, karena getaran gempa yang membuat jalan mereka gontai. Bahkan saking paniknya para karyawan itu dengan getaran gempa yang sangat kuat dan khawatir gempa meruntuhkan bangunan, mereka pun meninggalkan kompor yang dalam keadaan menyala lalu pergi.

Alika menegur. "Hey! Jangan tinggalkan kompor dalam keadaan menyala!" pekik Alika yang bersegera mematikan kompornya, akan tetapi ketika akan berjalan menuju kompor di meja ketiga itu, Alika tiba-tiba tertimpa oleh reruntuhan diatasnya.

Sebuah balok kayu bahkan menimpa kakinya hingga menyebabkannya terluka dan sulit untuk bangun.

Api semakin menyebar luas keluar dari kompor, memakan banyak peralatan disekitarnya, itu semua dipermudah juga dengan minyak sayur yang ikut termakan api hingga menyebabkan api semakin besar.

Alika bertambah panik, ditambah dengan sangat mengejutkannya pintu ruang marketing itu langsung tertutup dan dikunci dari luar. Alika merasa sangat ketakutan.

Ia berteriak meminta tolong selagi kedua kakinya mencoba untuk merangkak menuju pintu. Ia melihat dibelakang sana api sudah menjalar hingga ke atas atap.

Alika sangat merasa ketakutan, ia benar-benar tidak percaya jika ia harus berakhir dalam keadaan seperti ini. Ia bahkan belum banyak berbuat kebaikan selama ini.

Gempa berakhir dengan cepat.

Alika terus menggedor-gedor pintunya. Meminta pertolongan. Namun sayangnya tidak ada satupun orang yang mendengar atau membuka pintu. Mungkin karena para karyawan tadi banyak yang mengungsi keluar dari gedung, khawatir terjadi gempa susulan.

Alika merasa sangat panik, bahkan dirinya sampai berlinang air mata saat itu seraya menggedor pintu. Bahkan disaat seperti ini dirinya teringat dengan Lucas.

Dia apa merasakan firasat tentangnya saat ini? Atas apa yang terjadi saat ini?!

"Lucas... Lucas... plis... aku mohon tolong aku. Lucas." ucap Alika berguguran air mata.

Main cantik denganmu, Mas (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang