Bab 1.

7.8K 537 30
                                    

Ada yang ingat Radeva itu anaknya siapa? Yang jelas  bukan anaknya Budiman wkwkw. 


Happy reading :)


Menjalani kehidupan di perantauan, sebagai anak kos yang nggak diawasi orang tua, adalah impianku sejak kelas tiga SMA. Namun, kenapa nggak ada orang yang bilang bahwa hidup seperti ini adalah hidup yang berat.

Tubuhku letih setelah seminggu ini berkegiatan tanpa henti. Menjalani ospek jurusan yang memperlakukan senior bak dewa, menjalani kuliah yang semuanya berat, sampai menghadapi teman-teman baru yang sifat dan sikapnya penuh warna.

Rasanya aku ingin menangis saat menelepon mama dan nggak mendapatkan jawaban. Wanita workaholic itu pasti sedang bekerja keras.

"Kenapa aku milih kuliah di sini padahal di Depok ada yang lebih bagus." Sinar matahari sangat terik dan angin berembus pelan mmebuatku memejamkan mata erat-erat. "Rasanya aku nggak sanggup menjalani hidup ini lagi."

"Pramita."

Aku mengembuskan napas keras mendengar suara lelaki itu menyebut namaku. Saat melihatnya, cowok itu hanya diam terpaku menatapku.

"Hai, Radeva. Ada yang mau kamu katakan?"

Dia mengangguk kecil.

"Kalau itu soal tugas, aku baru mau mendengarnya dua jam lagi. Kalau itu soal ospek, aku nggak mau dengar."

"Orang-orang mengira kamu mau bunuh diri."

"Hah?"

Radeva menunjuk ke bawah gedung. Saat bangkit dari rebahan dan melihat ke bawah, sudah banyak orang berkerumun melihat ke arah atas. Aku menatap Radeva lamat-lamat.

"Aku cuma mau menghindari mereka semua," kataku jujur.

Cowok itu terlihat menimbang sejenak, lalu memutuskan duduk di sebalahku. Suara langkah kaki terdengar tergesa-gesa dan tak lama satpam muncul juga.

"Dia baik-baik saja," kata Radeva pada satpam itu.

Namun, kami tetap saja dipaksa turun dan dilarang keras untuk naik ke atap gedung ini lagi. Kumpulan orang yang semula tertarik melihat aksiku membubarkan dirinya masing-masing.

"Pra, udah ngerjain laprak? Kalau belum, mau bekerja sama?"

Aku langsung membungkuk mendengar pertanyaan dari Radeva. Sudah aku katakan aku nggak mau mendengar apa pun soal kuliah, kenapa dia malah melakukannya?

"Aku dapat salinan laprak kating," katanya setelah melihatku putus asa.

"Oke," kataku bergegas. Salinan laprak kating di jurusan ini diperlakukan seperti berlian. Maka aku nggak akan menyia-siakan kesempatan ini sedikit pun.

Itu hanya cuplikan bagaimana aku mulai mengenal Radeva. Orang-orang melihatnya sebagai cowok pendiam yang sulit sekali didekati.

Eum... dia seperti tokoh film yang pendiam dan cerdas. Saking pendiamnya, banyak perempuan yang penasaran dengannya. Akhirnya mereka naksir Radeva. Sayangnya Radeva nggak menanggapi satu pun perasaan dari cewek-cewek itu.

Aku? Hatiku sudah mati untuknya. Aku bosan berteman dengannya, tetapi juga nggak bisa meninggalkan dia. Bagiku, dia sudah menjadi seperti nasi: nggak terlalu aku inginkan, tapi aku nggak bisa hidup tanpanya juga.

Lalu tiba-tiba saja dia melamarku. Mau mengajakku menikah. Aku terkejut, tetapi sudah terlalu sering mendapat kejutan darinya untuk sampai tersedak meski sekarang sedang makan.

Woman On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang