Pra: I'm free now
Pra: Bosku barusan tlp minta aku tetep ketemu Manggala. Aku udah bales pakai surat resign.
Dev: You okay?
Pra: Aku juga udah bosen di kantor sana.
Dev: Mau ikut ke kantorku?
Pra: Bisa kah?
Dev: Ofc.
Pra: Aku penasaran gimana rasanya 24/7 with you.
Dev: 30 menit lagi sampe.Pramita mendengkus. Bos yang selalu memandangnya sebagia marketing dengan penjualan terbaik akhirnya membuangnya hanya karena Manggala. Cowok itu memang bermulut manis dan pandai mengelabui semua orang. Bukan cuma perempuan yang doyan wajah tampan dan dompet tebal, tapi juga bapak-bapak yang nggak punya power lebih untuk menentang anak pejabat pajak.
Bosnya secara nggak resmi meminta maaf karena nggak bisa melakukan banyak untuk Pra. Manggala menjanjikan potensi yang nggak bisa ditolak, dan Pra sesuai janjinya akan memilih resign jika perusahaannya tetap menjalin kerja sama dengan Manggala.
Pra menatap wajahnya pada cermin sekali lagi. Dia menatap ke deretan lip cream, lip tint, lip stick dan lip balm, lalu memutuskan mengambil warna nude dan memoleskan pada bibirnya yang sudah lembab. Ini membuatnya teringat pada hari kemarin, pada ciuman pertamanya dengan Radeva, dan seketika jantungnya berdetak kencang.
Pra nggak bohong bahwa kemarin dia benar-benar merasa jantungnya bermasalah. Tentu saja itu bukan ciuman pertamanya, tapi sepertinya itu ciuman pertama Radeva. Namun seumur hidupnya, belum pernah dia minta dicium lelaki kecuali kepada Radeva. Pra tahu Radeva nggak akan melakukannya jika Pra nggak memulai.
"Nggak jadi berangkat pagi?"
Pramita menoleh ke mamanya yang melongok melalui celah pintu.
"Aku sekarang pengangguran." Mamanya menatapnya dengan kening berkerut. "Arsiteknya mantanku, yang hampir melecehkan aku waktu itu. Mama ingat?"
"Dia jadi arsitek sungguhan?"
"Ya." Pra memutar bola mata. "Jadi aku resign karena dia nggak berubah sama sekali."
"Jadi sekarang mau ke mana?" Mamanya berdiri di kusen pintu setelah membuka pintu lebih lebar. Matanya menatap sekeliling kamar putrinya dan tampak sedikit heran.
"Mau ikut Radeva kerja."
"Jangan DP apa pun sampai nikah."
"Haish, kita bahkan belum pernah ciuman sampai kemarin dan baru pelukan tiga kali seumur hidup. Mama kira Radeva bakalan DP duluan gitu? Kalau mau mah udah hamil dari dulu."
"Mama nggak curiga sama Radeva, tapi sama kamu."
Pra mendengus sebal mendengarnya. Mamanya sudah berlalu dari kamarnya dan kedengarannya masuk ke ruang kerjanya sendiri. Tampaknya pekerjaan mamanya lebih fleksibel daripada kerja di kantor yang harus absent setiap pagi. Minusnya memang penghasilannya nggak tetap dan harus pintar-pintar manage keuangan.
Mungkin Pramita bisa mulai memikirkan untuk mengikuti jejak mamanya sebagai pekerja freelance. Alih-alih kerja di kantor yang membuatnya sering uring-uringan.
*
"Apa agenda hari ini?"
Daripada menjawab pertanyaan Pramita, Radeva malah menyerahkan tabletnya yang mahal dan jarang dipakai kecuali untuk urusan pekerjaan. "Buka aplikasi Schedule," katanya tanpa menoleh.
Pra menurut. Aplikasi bernama My Schedule itu tampaknya nggak populer karena belum pernah dia lihat sebelumnya. Nama Radeva muncul dengan avatar nyengir begitu dibuka, lalu tampilan berubah menjadi jadwal harian Radeva. Ada detail-detail kecil soal apa saja yang bisa Radeva lakukan di waktu senggang, seperti memeriksa laporan dan sebagainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Woman On Top
Literatura FemininaPramita pernah nembak Radeva karena alasan sepele, tetapi Radeva menolak karena alasan itu terlalu sepele. Lalu, tiba-tiba Radeva nembak Pra.