Pramita menerima kertas bendelan pemberian Manggala. Mereka janji bertemu pukul satu siang dan Mone justru nggak bisa menemaninya. Makanya, dia datang sendirian dan Manggala juga sendirian. Pramita sudah memilih tempat paling strategis kalau-kalau terjadi hal kurang menyenangkan.
“Ini desain sama persis sama yang kamu kirim ke kantorku,” ucap Pra setelah melihat-lihat.
“Memang. Aku cuma mau menjelaskan kelebihan desainku nantinya buat bahan promosimu yang menarik.” Cowok itu duduk dengan tubuh menyandar di kursi. “Sekaligus melihat sudah seperti apa kamu sekarang.”
Untuk kalimat terakhir itu, Pramita menghela napas kecil. Cowok itu masih saja bersinar seperti dahulu. Wajahnya masih tampan dan senyumnya masih manis. Kalau nggak tahu kelakuan bejatnya, Pra akan mudah mengaguminya lagi.
Apa lagi dengan balutan kemeja slim fit hitam dan celana bahan hitam, dengan jam tangan bermerk dan sepatu bermerk. Sangat mudah menyukai Manggala jika nggak tahu seperti apa dia sesungguhnya.
“Kamu masih sama kawanmu itu sekarang?” tanya Manggala.
“Ya, kita mau menikah. Nanti aku kirimkan undangan ke kamu, kasih tau saja alamatnya di mana.”
“Kenapa nggak kasih langsung ke aku?”
Pra menatap Manggala dengan berani. Radeva memang mengajarinya meninju seseorang, tapi jika melawan Manggala mungkin Pra tetap akan kalah. Dia kesal menyadari nggak punya cukup power untuk mengalahkan lelaki ini.
“Aku kira kita di sini mau bicara soal pekerjaan. Biasanya aku promosikan hunian dan selama ini hasil penjualanku nggak ada yang mengecewakan. Tapi karena kamu minta marketing harus tau benar seperti apa desain bangunamu dan kelebihannya, kita sampai ketemu. Jadi aku minta bantuan supaya kita cukup bicara soal pekerjaan saja.”
“Kamu sangat membenciku ya,” kata Manggala dengan senyuman kecil. “Oke, aku jelaskan detailnya. Kamu bisa rekam karena aku nggak akan mengulang bicara.”
Pramita menyiapkan ponselnya untuk merekam. Manggala benar-benar menjelaskan semuanya secara mendetail, soal desain bangunannya yang memanfaatkan space sekecil apa pun dan kepastiannya mengenai kekuatan bangunan karena dia akan turun lapangan juga untuk memastikan material yang dipakai berkualitas.
Lelaki itu bahkan memberi saran kepada Pramita soal sisi mana saja yang harus ditonjolkan dalam promosi dan orang-orang seperti apa yang cocok dijadikan target pembeli.
“Ada yang mau kamu tanyakan Pra?”
“Sementara itu cukup,” sahut Pramita sambil meletakkan bolpoinnya. “Kalau sudah selesai aku bisa pergi.”
“Sekarang kita rekan kerja, kenapa buru-buru.” Manggala menahan tangan Pramita di atas meja dan gadis itu langsung menyentaknya kasar. “Kamu masih ingat waktu itu ya. Rasa takutmu sebesar waktu itu.”
Pramita bisa gila kalau menghadapi Manggala terus-terusan. Namun membiarkan Manggala bertindak sesukanya juga bukan hal yang benar.
“Kamu juga masih seburuk waktu itu, Manggala.”
“Memang aku seburuk apa waktu itu?”
“Kamu kira nggak ada yang tau kalau kamu rekam aktivitas seks dan mengancam perempuan yang kamu tiduri itu?”“Jadi kamu memang tau soal itu.” Manggala malah tersenyum lebar. “Omong-omong, aku sudah unggah videonya ke web. Kamu mau tau perempuan di video itu jadi seperti apa?”
Pramita mendengus keras. Belum sempat membalas, Manggala sudah mengatakan lagi.
“Kamu mau menikah, kira-kira siapa mantan yang akan dapat jatah sebelum menikah Pra? Apa aku termasuk?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Woman On Top
Genç Kız EdebiyatıPramita pernah nembak Radeva karena alasan sepele, tetapi Radeva menolak karena alasan itu terlalu sepele. Lalu, tiba-tiba Radeva nembak Pra.