Arga masih menggeser-geser layar ponselnya saat tiba-tiba saja Naomi berdiri di depannya dengan penampilan yang sudah rapi. Dress selutut bunga-bunga-bunga itu membuatnya tampak lebih muda. Wajahnya dilapisi make up tipis-tipis dan rambutnya yang semakin hari semakin panjang itu digelung rapih.
"Penampilanku nggak terlalu muda buat jalan sama calon menantu?" tanya Naomi.
"Cantik," jawab Arga kalem. "Bawa mobil sendiri apa sama Radeva?"
"Dijemput calon besan, girls time."
"Kamu nggak bilang," kata Arga lagi.
Sudah dia katakan, semakin tua Naomi semakin sering melupakannya. Kadang-kadang, tiba-tiba saja seperti hari ini, wanita itu pamit pergi dengan temannya tanpa mengatakan sebelumnya.
"Memangnya nggak boleh?"
Bukan itu yang Arga maksud. Hanya saja, dia kadang merasa diabaikan dan nggak dicintai lagi. Dia merasa ingin tahu semua hal tentang Naomi, bahkan rencananya dua jam ke depan. Namun Naomi nggak memahami maksudnya, tetapi kadang-kadang protes karena Arga bersikap sama.
"Tadi malem kamu udah tidur waktu aku sama Pra janjian," kata Naomi menjelaskan. "Terus aku ajak mamanya sekalian. Kita sekalian mau belanja barang untuk hantaran dan rencana utamanya sih ke salon."
Naomi mengakhiri itu dengan senyuman lebar. "Boleh kan aku pergi?"
"Boleh," jawab Arga mengangguk.
"Papa baik deh, nanti aku beliin oleh-oleh."
Tiba-tiba dari arah kamar Radeva, terdengar suara serak khas bangun tidur. "Aku juga mau donat, Mah. Rasa oreo semua."
Naomi menatap Defandra dengan senyuman lebar. Lelaki itu sama sekali berbeda dari Arga dan Radeva yang suka bangun pagi. Rambutnya yang agak panjang jadi berantakan, dan matanya kelihatan masih ngantuk. Naomi membuka mulutnya saat melihat kaus polos yang dikenakan putranya.
"Kakak pakai kausnya adek?"
"Hm."
"Awas adek ngambek."
"Udah ngambek." Defandra menuangkan air putih ke dalam gelas yang ada di atas meja sambil berkata pelan. "Dia nggak ingat dulu semua milikku diambil."
Naomi tersenyum kecil mendengar gerutuan itu. Bukan Defandra jika nggak mengungkit masa lalunya dengan Radeva yang sangat bertolak belakang dengan masa sekarang.
"Papa, aku mau rotinya."
Giliran Arga yang terdiam memandangi roti bakarnya dan Defandra bergantian. Dia meletakkan ponselnya ke meja, lalu mendorong roti di piringnya ke hadapan Defandra sehingga anak itu menjadi berbinar dan dengan cepat menggigit ujung roti yang masih utuh.
"Mau rasa apa lagi?" tanyanya, berdiri dan mengambil roti tawar dari dalam lemari.
"Stroberi dan pisang," jawab Defandra tanpa rasa sungkan.
"Pisangnya habis."
"Kalau begitu stroberi dan blueberry."
Arga menghela napas. Dia mengeluarkan dua botol selai ke meja. "Cuma ada ini," katanya, berakibat mendapat tatapan dari Defandra dengan ekspresi agak syok.
"Papa tau aku nggak mau cokelat," kata Defandra pelan.
Arga mengangguk saja, memasukkan selai cokelat ke dalam lemari lagi dan mulai mengolesi roti tawarnya dengan selai stroberi.
"Aku berangkat, hati-hati di rumah. Kalau mau sarapan beli aja atau makan apa pun yang ada di rumah." Naomi melihat anak dan ayah itu bergantian. "Bangunkan Radeva untuk sarapan juga," katanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Woman On Top
ChickLitPramita pernah nembak Radeva karena alasan sepele, tetapi Radeva menolak karena alasan itu terlalu sepele. Lalu, tiba-tiba Radeva nembak Pra.