Woman On Top 31

2.2K 261 24
                                    

Lagu indie diputar dari pengeras suara dan beberapa keluarga sedang sarapan pagi. Restoran cepat saji lokal cukup ramai belakangan ini imbas boikot beberapa restoran besar. Gerimis tiba-tiba saja turun saat mereka baru saja masuk ke dalam restoran.

"Mau pesan yang mana?"

"Terserah kamu."

Pra berdecak pelan, tetapi tetap menerima dompet Radeva dan mengambil beberapa lembar uang dan lelaki itu cepat pergi memilih posisi setelah menerima dompetnya lagi. Pra menatap punggungnya dengan sedikit tak percaya. Mereka baru berbaikan di dalam mobil, tetapi dia masih tetap menyebalkan.

Daripada termakan pikirannya sendiri, dia memilih cepat-cepat memesan makanan dan menyusul Radeva. Lelaki itu melipat tangannya di depan dada, membuat gerakan kedinginan saat menatapnya.

"Kenapa milih di sini kalau dingin," kata Pra melihat arah AC. "Ayo pindah."

"Nggak usah." Namun lelaki itu malah menariknya duduk di sebelahnya. "Enakan dingin-dingin."

"Nanti kamu meriyang nggak bisa kerja lagi."

Radeva berdesis sambil mengangkat bahunya merapat dengan lehernya. Dia menarik tangan Pramita dan meremasnya kuat sampai sang empunya mengaduh kesal.

"Tanganmu anget, enak."

"Kamu nggak minta pelukan di sini, kan?"

Radeva tertawa mendengarnya, sebenarnya dia sangat ingin dipeluk tetapi keadaan memang sedang nggak mendukung. Lagi pula dia nggak gila sampai mau melakukannya di tempat seperti ini.

"Kamu minum vitamin?"

"Lupa."

"Heish, kamu bisa sakit kalau kerja sekeras ini terus."

"Gimana lagi, kebutuhan istriku banyak jadi aku harus punya banyak uang."

"Kamu kira aku nggak bisa cari uang sendiri?"

"Ssst!"

Radeva merapatkan tubuhnya kepada Pra yang memang terasa hangat. Dia jadi memikirkan kenapa pernikahan mereka yang kurang dua minggu lagi terasa sangat lama, sedangkan dia mulai merasakan kecanduan dekat-dekat Pramita seperti ini. Ugh.... Hanya tersisa sepuluh hari lagi dan dalam waktu itu Radeva nggak akan punya banyak kesempatan untuk bertemu Pramita.

"Papa bilang semuanya udah siap," katanya berbisik. Seorang waitres mengantarkan pesanan mereka. "Kapan fitting di Eveline?"

"Aku udah kirim chat, minggu besok kosongkan jadwal dua jam aja buat fitting. Jangan lupa tulis di jadwal kamu."

"Jam berapa?"

"Yang penting sebelum jam empat sore."

Radeva mengangguk. Dia masih menempel pada tubuh Pra saat gadis itu mengambil sepotong paha dan memisahkan kulitnya ke sebelah nasi.

"Aku baru buka HP tadi pagi, makanya nggak sempat bales dan baca."

"Udah aku bilang jangan pakai mode silent, pakai notifikasi yang keras biar tau kalau ada pesan penting."

"Iyaaa." Radeva mengambil kulit tepung di piring Pra dan memakannya. "Jangan marah terus."

"Itu ngasih tau bukan marah."

"Ngasih tau dengan marah-marah."

Pra menggerutu kesal dengan tingkah lelaki itu. Sudah dia katakan, Radeva itu bisa bersikap aneh di depannya dan sepertinya memang nggak bisa menjalani hari tanpanya. Jadi sangat salah jika orang-orang mengatakan bahwa Pramita bergantung hidup kepada Radeva, karena yang terjadi sebetulnya adalah sebaliknya.

Woman On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang