Radeva menyandar di tembok dan tawanya langsung muncul saat semua orang di ruangan itu akhirnya pergi. Pra duduk di depan cermin, sudah kembali pada pakaian awalnya saat datang ke sini. Kini calon istrinya itu sedang membereskan rambutnya yang kelihatannya cukup sulit.
"Apa yang lucu?" tanya Pra, melihat Radeva dari cermin.
Radeva menggeleng. Dia hanya sedikit merasa nggak menyangka melalui hari seperti ini. Sepanjang hidupnya, dia berjanji nggak akan melakukannya lagi. Bahkan jika Pra menangis, dia akan memilih membeli cireng langsung ke Bandung daripada melakukan ini lagi.
"Dev, kamu jangan jadi gila gara-gara ini ya," tegur Pramita.
Radeva menggeleng lagi. Dia mendekati Pramita dan mengambil satu jepit kecil di belakang kepalanya.
"Pra," katanya sambil membantu Pra. "Jangan minta aku begini lagi, aku nggak akan mau."
Pramita mengangguk kuat. "Ini yang pertama dan terakhir. Maaf sudah maksa kamu ya."
Radeva nggak menyesal melakukannya, tapi dia nggak akan mau mengulanginya. Dia merasa trauma dengan kamera dan dengan Eveline, bahkan dengan orang yang mengatur gaya dan membantunya berpakaian.
"Habis ini kita mau ke mana?" tanya Radeva.
"Gimana kalau nengok rumah? Katanya kamu baru masukin beberapa barang lagi."
Radeva memang sudah memesan beberapa perlengkapan untuk rumahnya. Lagi-lagi kemarin dia minta bantuan kakaknya untuk mengatur barang itu di rumah karena dia nggak bisa meninggalkan pekerjaan dan Pramita harus istirahat.
"Mau beli makan dulu?" tanya Radeva.
"Mau take away?"
Radeva mengangguk.
Setelah selesai membereskan semuanya, dia dan Pra meninggalkan butik itu. Tentu saja Eveline mengantarnya sampai depan pintu, dengan senyuman lebarnya dan suaranya yang centil campur manja.
"Kalau bisa aku jangan sampai bertemu dia lagi," kata Radeva begitu masuk mobil.
"Kamu segitu traumanya?"
"Aku nggak sanggup menghadapi dia," kata Radeva agak bercanda tetapi juga serius.
"Tapi paling enggak kita harus fitting dan kemungkinan bakalan ketemu dia," kata Pra menyesal. Radeva menghela napas, kelihatan pasrah. Dia mulai menjalankan mobilnya meninggalkan butik Eveline.
*
Radeva menyingkap gorden jendela di kamar utama. Cahaya matahari langsung menerobos masuk, mengenai tubuh Pra yang sedang mengetes kenyamanan ranjang baru. Dia menyandar ke meja rias, melihat Pra yang energinya belum habis setengah.
"Oke juga. Udah beli bed cover?" tanya Pra.
Radeva membuka salah satu pintu lemari yang terletak di sisi tembok samping kamar mandi. Dia sudah membeli beberapa bed cover dengan merk-merk yang direkomendasikan Pra sebelumnya.
"Mantap. Kamu keren banget!" Pra berdiri dari ranjang, menghampiri Radeva dan ikut membuka semua pintu lemari. Sebagian besar masih kosong, hanya terisi beberapa bed cover yang dibeli Radeva.
"Aku nggak sabar pindah ke sini," katanya lagi. Dia kembali ke kasur, merebahkan dirinya miring menghadap Radeva yang menyandar di lemari. "Gimana perasaan kamu, Radeva?"
"Perasaanku soal apa?"
"Soal kita yang sebentar lagi akan menikah."
Radeva tersenyum kecil dan nggak mengatakan apa pun. Sebetulnya, dia bahagia. Dia sedikit nggak menyangka akhirnya benar-benar sampai ditahap ini, dan nggak sabar menunggu untuk hidup berdua dengan Pramita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Woman On Top
Literatura FemininaPramita pernah nembak Radeva karena alasan sepele, tetapi Radeva menolak karena alasan itu terlalu sepele. Lalu, tiba-tiba Radeva nembak Pra.