Woman On Top 24

1.7K 221 14
                                    

"Jadi sebenarnya hubungan kamu sama ayahnya Manggala cukup penting, begitu? Dan kebetulan nih, kebetulan sekali Manggala bukan anak yang bisa dibanggakan. Terjadi problem besar antara ayah dan anak, dan kamu mempertaruhkan dirimu untuk jadi penengah masalah mereka?"

Pramita speechless dengan apa yang dia dengar barusan. Dia tahu Radeva memang memiliki koneksi yang kuat dengan rekan kerjanya, sehingga dengan cepat dia naik jabatan dan dipercayai untuk memegang proyek-proyek yang cukup besar. Namun mendengar bagaimana dia berhubungan dengan ayah Manggala terlalu mengejutkan.

"Aku nggak jadi penengah, aku cuma memanfaatkan keadaan supaya dia nggak gangguin kamu," ralat Radeva, dan menambahkan dengan berat hati. "Tapi Manggala juga memanfaatkan keadaan untuk dapat perhatian baik dari ayahnya." Dia mengakhiri itu dengan helaan napas lelah.

Pramita memahaminya. Pasti menyebalkan harus berurusan dengan Manggala, apa lagi bagi Radeva yang kalau bisa hidup sendirian di bumi ini maka dia akan hidup sendirian saja. Ah, enggak, dia akan hidup hanya berdua dengan Pramita saja.

"Tapi seumur hidup aku belum pernah melihat Manggala semengalah itu."

Radeva mengedik. Kepentingannya hanya agar Manggala berhenti mengganggu Pra. Manggala, sesungguhnya dia kira nggak begitu takut dengan ancaman semacam ketahuan plagiat karya adik tingkatnya atau mencabuli seorang perempuan dan membagikan videonya ke situs porno. Ayahnya terlalu berpengaruh dan selalu melindunginya dari tuduhan-tuduhan semacam itu.

"Kenapa ayahnya percaya dengan kamu?" tanya Pra, sangat penasaran.

Radeva mengetuk setir mobil, mempertimbangkan apakah akan menjawab pertanyaan itu atau membiarkan Pra penasaran sepanjang hidupnya. Semenit kemudian dia memutuskan untuk memberi jawaban yang mengambang.

"Anggap saja aku punya kartu AS."

"Wah, Radeva, kamu bermain politik di pekerjaan ini."

Memang seperti itulah dunia ini bekerja. Radeva menyadarinya saat mulai terjun langsung di perusahaan. Kalau nggak mau berpolitik, maka dia akan disingkirkan atau sebaik-baiknya tetap berada di bawah. Radeva berusaha keras untuk bermain aman, menghindari perselisihan dengan siapa pun, dan nggak terlibat dengan cara-cara kotor.

Dia hanya berusaha punya kendali untuk pekerjaannya sendiri dengan menjalin relasi dengan orang-orang berpengaruh itu. Menelusuri jejak mereka, membuat kesepakatan, tanpa ancaman atau pun kekerasan, dan memuluskan pekerjaannya sendiri.

Dia harus sombong bahwa kecerdikannya bermain cukup memukau sehingga para bos besar mulai mempercayainya dan pekerjaannya berjalan dengan baik.

"Tapi hati-hati, aku nggak mau terlibat politik apa pun."

"Aku juga nggak berminat."

"Tapi kamu memanfaatkannya."

"Mau bagaimana lagi, memahami politik membuat aku berhasil beli rumah untuk kamu." Radeva terkekeh pelan. Kalau diingat lagi memang Pramita akar dari semua ini. Radeva sempat kehilangan tujuan, kehilangan gairah hidup, sampai dia menginginkan Pramita menjadi istrinya dan jiwanya yang menggebu-gebu itu kembali lagi.

"Jangan bermain terlalu jauh. Kita hidup biasa-biasa aja, berkecukupan aja. Kita bisa buat usaha sendiri seperti Bang Defandra dan kamu bisa berhenti berhubungan dengan orang-orang itu. Aku senang punya kehidupan yang tenang dan nyaman."

Radeva mengangguk setuju. Hanya tinggal menunggu waktu sampai dia akan resign dari perusahaan yang sekarang. Obsesinya untuk bekerja di perusahaan kontruksi maha besar itu sudah terpenuhi dan kini tersisa keinginannya untuk meninggalkan perusahaan itu.

"Kalau Manggala benar-benar mengajukan desain, kamu bakal terima?" tanya Pra lagi.

Radeva mengedik. "Lihat dulu seperti apa."

Woman On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang