Woman On Top 12

2.2K 266 40
                                    

“Aku sudah konsultasi ke Bang Defan soal dekorasinya. Kita sepakat warnanya dominan putih sama hijau. Buat pakaian sama MUA, aku yang akan urus sendiri, Pa. Yang lain-lain, terserah Papa maunya gimana. Di sini sudah aku tulis kontak semua orang yang berpotensi kasih diskon harga lumayan.”

“Koneksimu lumayan.”

“Koneksi adalah investasi.” Pramita nyengir dan papa mertuanya yang menggemaskan itu mengangguk saja.

“Kita ngobrol lagi kalau sudah ada progress.”

Pramita mengangguk-angguk. Senyumnya merekah sempurna saat calon ayah mertuanya akhirnya meletakkan ponsel ke meja. Dia menatap ibunya yang jadi lebih banyak diam sejak keputusan baru diambil secara mendadak. Pramita khawatir, ibunya nggak cukup senang dengan keputusan ini meskipun ikut menyetujui.

Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, akhirnya jam booking restoran berakhir. Mereka berpisah di parkiran dan Pramita baru punya kesempatan untuk bertanya kepada ibunya secara lebih pribadi. Di dalam mobil di dalam perjalanan pulang, dia segera menyampaikan keresahannya.

“Mama nggak suka aku nikah sebulan lagi?”

Wanita itu masih menatap jalanan saat menjawab. “Mama sudah bilang setuju.”

“Jadi kenapa?”

“Apanya yang kenapa?”

“Mama kelihatan nggak senang dan sedih.”

Pramita nggak segera mendapat jawaban. Wanita itu mengambil napas beberapa kali baru mengeluarkan jawaban.

“Keluarga mereka baik. Ibunya Radeva baik. Tapi papanya, mama sempat kira ayahnya nggak suka sama kamu karena nggak banyak bicara. Mama cuma agak terkejut sama sikapnya yang mendadak.”

“Papanya baik kok, tapi memang diaaam sekali. Suami paling menggemaskan menurut istrinya.”

Pramita dan mamanya sama-sama tertawa kecil. Lalu, Pra kembali bicara.

“Papanya baik Mah, orang terbaik yang pernah aku kenal.”

“Semoga mereka sebaik yang kamu sangka.”

Pramita mendoakan hal yang sama. Setelah merasa parno dengan kondisi mertua di negeri ini, akhirnya dia sadar bahwa nggak semua mertua seburuk yang diceritakan orang-orang.

Saat mengenal keluarga Radeva, Pramita nggak pernah berpikir bahwa mereka akan bersikap buruk pada menantu. Sampai detik ini, Pra belum pernah merasa diperlakukan buruk ataupun mendengar kata-kata yang buruk.

***

“Siapa yang nyetir?” Mama Naomi bertanya sambil menenteng tas.

“Kakak.” Radeva menjawab cepat.

“Capek, Mah.”

“Ya udah Mama aja yang nyetir.”

“Ya udah Kakak.” Defandra melirik sinis pada Radeva yang nyengir. Dia berjalan cepat ke arah kemudi, sedangkan Radeva di sebelahnya dan mamanya di belakang. Tak lama papanya menyusul di sebelah mamanya.

“Bunganya udah dibawa?” tanya papanya.

“Sudah dimasukin dari tadi. Ayo jalan.”

Defandra mengemudi dengan santai, menuju tempat yang rutin mereka kunjungi bersama-sama. Lokasinya nggak begitu jauh. Hanya dalam sepuluh menit dia sudah memarkir mobilnya di bawah pohon besar bersama kendaraan-kendaraan lain.

Defandra mengambil hand bag berisi bunga mawar merah dan putih. Papanya berjalan bergandengan tangan dengan mamanya di depan, dan dia bersama Radeva mengikuti di belakang.

Woman On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang