"Udah jadi cuci mobilnya Mas?"
"Udah, baru aja selesai. Harna juga barusan berangkat ke kampus."
"Aku ada pratikum sampai sore, kayaknya gak bisa ikut jemput Ayah nanti."
"Iya gapapa. Mas sama Harkan aja yang jemput. Harna juga ada kelas sampai sore katanya ."
"Ok Mas, kabari aja ya."
"Hmm."
Hari ini adalah hari kepulangan Ayah mereka. Jika keberangkatannya tidak delay dan tidak ada kendala, seharusnya Ayah sampai pada siang hari. Marda yang tidak ada kelas bertugas menjemput bersama Harkan.
Setelah berberes dan mengambil kunci mobil, Marda menuju kamar Harkan yang pintunya sengaja dibiarkan sedikit terbuka. Harkan masih ada kuliah secara online hari ini. Jadi Marda bisa mengintip sebelum masuk dan tidak menciptakan keributan.
Harkan sedang membereskan laptop dan alat tulisnya saat Marda mengintip ke dalam. Sepertinya kelasnya sudah selesai.
"Udah beres Kan?"
"Udah Mas. Mau gerak sekarang?"
Marda memgangguk sambil melangkah masuk. Ia lalu mengambil jaket Harkan dan membantunya memakainya. Tidak lupa ia juga mempersiapkan masker dan oksigen portable. Bandara cukup dingin dan berisi banyak orang.
Saat Harkan menyingkap selimut hendak turun dari tempat tidur, terlihat kedua kaki Harkan yang sedikit bengkak. Telapak kaki hingga betisnya tampak membesar. Edema, penumpukan cairan yang bisa disebabkan oleh jantung yang tidak mampu memompa darah dengan baik.
"Bengkak lagi? Bukannya kemarin udah lumayan kempes Kan?" Memang sudah sekitar seminggu ini kaki Harkan bengkak, tapi terakhir kali Marda lihat kemarin tidak separah ini.
"Gapapa kok, memang hilang timbul gini Mas."
"Obat dieuretiknya udah di minum?"
Marda langsung bergerak ke laci yang berisi obat Harkan. Ia juga mengambil oksimetri dan menjepitnya di telenjuk Harkan, biasanya jika seperti ini ia merasa sesak. Terkadang setelah minum obat dan istirahat yang baik edemanya akan hilang dengan sendirinya. Tapi Marda juga khawatir jika ada penumpukan cairan di paru - paru, mereka harus bertindak cepat jika itu terjadi.Harkan menggeleng. "Hari ini belum Mas, kan mau jemput Ayah. Nanti aku buang air terus."
Disaat bersamaan oksimetri berbunyi dan menunjukkan angka 93, tidak terlalu buruk tapi bukan angka yang normal juga.
"Sesak?"
Harkan memberikan jawaban dengan menyatukan jempol mdan jari telunjuknya. Memberitahukan dia merasa sedikit sesak. Dengan cekatan Marda langsung mengangsurkan nassal canulla dan langsung ia pakai sendiri.
"Istirahat di rumah kalau gitu. Mas kasih tau Ayah biar naik taksi aja."
"Jangan Mas, aku gapapa. Kasian ayah harus naik taksi."
Marda menimbang sejenak sembari memandang wajah pucat Harkan lekat - lekat. "Oke, kita tetap jemput Ayah. Tapi minum obatnya sama pakai pampersnya. Mas gamau kamu tambah kecapekan karena harus bolak balik kamar mandi. Sama harus janji bilang ke Mas kalau badannya makin gak enak."
"Siap Mas." Ekspresi lega dengan senyum lebar terukir di wajahnya. Setidaknya dia tidak dilarang ikut menjemput Ayahnya. Dia sudah tidak sabar bertemu Ayah.
***
Setelah sampai di bandara Marda menyesali keputusannya. Karena dalam posisi duduk terlalu lama, bengkaknya semakin membesar. Nafas Harkan yang sudah dibantu oksigen juga terdengar berat dan diiringi batuk yang terdengar menyakitkan. Sesekali dia juga terlihat mengurut dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...