Tempatnya sederhana, hanya berisi beberapa meja yang berjejer rapi. Ornamen berwarna merah terlihat memenuhi ruangan. Patung kucing berwarna emas yang sangat khas juga tampak di meja kasir, tangannya terus bergerak seakan memanggil orang untuk masuk.
Mungkin karena ini belum weekend sehingga hanya ada satu orang lagi selain mereka yang memilih makan secara langsung. Tapi malah bagus, suasananya terasa lebih tenang.
Menu yang ditawarkan adalah chineese food. Jenis masakan yang rasanya sederhana namun sangat memanjakan lidah.
Mereka sudah menjadi langganan sejak mereka kecil. Bahkan Ayah dan Ibu mereka surah makan di sini sejak masih pacaaran. Saking seringnya mereka ke sini, pelayan di sana sudah mengenali mereka dengan baik. Terkadang pemiliknya melayani mereka secara langsung.
Seperti sekarang saat mereka sudah duduk, tanpa mengatakan apapun, sudah dihindangkan 4 gelas teh oolong. 3 yang dingin dan 1 yang hangat. Mereka sudah hapal sedetail itu.
Tidak lama kemudian seorang lelaki tua berwajah oriental datang membawa menu yang sudah cukup lusuh. Menggambarkan sudah berapa lama restauran ini berdiri. Wajahnya cukup ramah. Ia berjalan dengan senyum hangat yang sepertinya menjadi salah satu alasan orang betah makan di tempatnya.
"Ayo - ayo pada mau makan apa, pesan yang banyak. Harkan juga pesan aja apa yang kamu mau, nanti bisa disesuaikan."
Ia mengelus pundak Harkan dengan lembut. Ia tahu betapa berat perjuangan Harkan selama ini dari cerita singkat yang ia selalu dengar dari orang tua mereka setiap berkunjung.Salah satu yang membuat mereka langganan di tempat ini adalah mereka dapat meminta untuk menyesuaikan makanan yang di pesan sesuai dengan diet Harkan. Jumlah garam, minyak, dan lainnya. Tidak semua tempat makan mau melakukan itu.
"Aku mau ini, boleh?" Jari telunjuknya terarah pada gambar scallion pancake yang tampak menggiurkan. Sepertinya ia ingin makan sesuatu yang savory. Tapi Harkan tidak yakin sanggup memakannya, belakangan ini yang ia makan hanya makanan lunak dan ia sudah cukup kepayahan.
"Boleh dibuat gak terlalu garing gak Om? Biar masih agak lembek." Marda memastikan. Mereka memang sudah seakrab itu sampai dapat memanggil pemiliknya dengan sapaan Om.
"Bisa dong, sama garamnya ga usah banyak - banyak kaya biasa kan?"
"Iya Om. Makasih banyak." Harkan berucap terimakasih dengan sopan karena permintaannya yang cukup merepotkan.
Setelah menentukan beberapa menu yang akan dipesan. Mereka menunggu makanan dengan memainkan ponsel mereka masing - masing. Kecuali Harkan, ia menyandarkan kepalanya di bahu Harna yang duduk di sampingnya. Ia meninggalkan ponselnya di rumah. Jadi ia memilih untuk ikut melihat apa yang sedang Harna buka di ponselnya.
Harna yang menyadari itu mengarahkan ponselnya agar dapat dilihat lebih jelas oleh Harkan. Isi timeline social media Harna tidak terlalu menarik sebenarnya. Dia hanya mengikuti beberapa orang yang ia kenal. Tidak ada public figure yang ia ikuti juga. Dia memang tidak terlalu peduli dengan perkembangan dunia hiburan.
Tapi ada satu unggahan yang menarik perhatiannya. Foto sebuah keluarga yang terlihat sangat bahagia. Putri mereka berdiri di tengah, memegang laptop yang menunjukkan acceptence letter dari sebuah universitas ternama. Ayah dan Ibunya merangkulnya di kedua sisi dengan senyum penuh rasa bangga.
Caption foto itu juga menggambarkan betapa bangga dan bahagia orangtua dari putri itu. 'Can't ask for a better daughter. We are so proud of you!'
Ayah putri itu yang mengunggah foto itu, yang juga mereka kenali sebagai Ayah mereka, Pram.
Harkan memalingkan mukanya. Tidak ingin menyakiti hatinya untuk yang kedua kali, dia sudah melihat postingan itu sejak masih di rumah. Postingan itu juga yang menjadi salah satu penyebab ia menangis di halaman tadi. Sangat cengeng memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...