Marda dan Janu saling pandang dengan heran saat sedang berjalan di lorong rumah sakit. Mereka bingung dengan Harkan yang tampak sangat riang di kursi rodanya. Padahal jelas - jelas tadi hasil check up nya jauh dari kata baik. Bahkan dokter menyarankan untuk kembali mencoba melakukan pemasangan pacemaker atau ICD.
Harkan sudah pernah melakukan prosedur itu dulu saat ia berusia 15 tahun. Tapi ntah sekuat apa anak itu sehingga selalu diberikan cobaan tiada hentinya.
Setelah pemasangan malah menimbulkan komplikasi pada paru - parunya yang terus berprogres hingga sekarang. Sehingga alat tesebut harus dikeluarkan.
"Mau duduk di depan apa belakang?" tawar Marda begitu sampai di mobil mereka di parkiran rumah sakit.
"Depan aja Mas."
Marda membantu Harkan masuk ke dalam mobil sedangkan Janu memasukkan kursi rodanya ke bagasi. Setelahnya Marda duduk di bangku kemudi dan Janu di bangku belakang.
Sepanjang perjalanan Marda terus melirik ke samping tempat adiknya duduk. Ia sibuk melihat pemandangan sepanjang perjalanan. Senyumnya belum luntur di wajah yang selalu tampak pucat itu.
"Kok kayaknya senang banget? Mas aja udah ngilu ngebayangi kamu harus pasang pacemaker lagi."
"Urusan belakangan itu Mas, yang penting udah boleh lepas NGT." jawabnya dengan senyum yang semakin melebar.
Janu yang duduk di bangku belakang mencondongkan tubuhnya dan mengusak rambut Harkan dengan gemas. "Bukan boleh, kamunya aja yang minta tadi Kan. Tapi ingat pesan dokternya-"
"Makannya cuma boleh yang lembut dan cair biar gak capek. Kalau gak sanggup makan banyak, coba dengan frekuensi yang sering meski sedikit. Dietnya tetap harus dijaga. Obatnya gak boleh lewat. Kalau makin lemas dan drop, harus tetap dipasang lagi." Harkan mengulangi pesan dokter tanpa kurang satu katapun. Dia sudah hapal mati dengan pesan - pesan ini. Kalimat yang selalu ia dapat setiap kali selesai melakukan check up.
"Memang adek Mas pinter banget." Sekali lagi rambut Harkan diusak oleh Janu. Sang pemilik rambut hanya dapat pasrah.
"Kalau udah sampe kabari ya Mas, takutnya aku gak bangun. Rasanya capek banget." sebelum sepenuhnya telelap ia berpesan untuk dibangunkan saat sudah sampai.
"Gapapa tidur aja Kan, nanti Mas gendong."
"Gamau Mas, maunya dibanguni."
"Iya iya." Marda meng iyakan permintaan Harkan agar tidak berdebat lagi dengan Janu.
Harkan yang cukup lelah sedikit merendahkan sandaran bangkunya. Tidak lama setelahnya ia langsung tertidur.
Hari ini cuaca cukup baik. Sepertinya merencanakan makan malam di halaman sepertinya cukup menyenangkan. Tentunya ini masih dalam rangka perayaan sidangnya Marda. Semoga saja tidak mendadak hujan atau terlalu berangin.
Janu sudah sibuk dengan ponselnya menyusun menu yang cocok. Apalagi Harkan sedang semangat - semangatnya setelah NGTnya dilepas. Dia harap Harkan dapat makan dengan lahap nanti.
"Mas, teringatnya. Mas upload banyak story kan. Aku, Harkan, Harna juga. Ayah ada komentar gak?" tanya Janu yang tiba - tiba teringat.
Mereka mengunggah cukup banyak foto. Berita sidangnya Marda bahkan sudah sampai ke Bude ntah dari mana. Mereka mendapat omelan panjang karena tidak mengabari kabar bahagia itu.
"Gak ada, tapi Mas gak ada cek juga sih dia lihat atau nggak."
"Aku cuma penasaran. Bangga juga gak ya dia?"
"Kamu mau Mas di post di feed IG juga maksudnya?" Marda terkekeh geli setelah menangkap maksud Janu yang sedang menyindir Ayah mereka.
"Iya, pake caption 'can't ask for a better son.' " ucap Janu dengan nada yang cukup nyinyir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...