"Sudah semester berapa kamu Marda?"
"Sebelas Pak."
"Mau kamu genapkan jadi 12 semester? Apa bedanya sama anak SD?"
Marda hanya dapat menunduk mendengar sindiran halus dari dosen PA sekaligus pembimbing tugas akhirnya. Tidak ada perlawanan yang bisa diberikan. Karena semua yang diucapkan benar adanya.
"Saya kenal kamu dari masih Maba. IP kamu selalu bagus, salah satu mahasiswa yang berprestasi, dan selalu bisa diandalkan kampus. Kenapa saat udah mau selesai kamu jadi kayak gini?"
"Maaf Pak."
"Saya panggil kamu ke kampus juga susahnya bukan main. Alasan kamu selalu jaga adikmu yang sakit. Masih muda udah sakit - sakitan. Anak muda jaman sekarang makannya sembarangan, ya jadi penyakitan."
"Maaf Pak." Meski ia tidak suka Pak Ageng, dosen di hadapannya ini, membawa Harkan ke dalam percakapan mereka. Hanya itu yang dapat Marda ucapkan. Dia tidak punya energi lagi untuk menjelaskan sakitnya Harkan adalah bawaan lahir dan bukan salah Harkan sama sekali.
Pak Ageng hanya dapat geleng - geleng kepala mendengar jawaban Marda yang seperti robot. Hanya mengulang maafnya dari tadi. Kalau dia tidak mengenal Marda dengan baik, dia tidak akan repot - repot mengurusi mahasiswa seperti ini.
"Kamu tau kan jika semester depan kamu tidak selesai kamu akan drop out?"
Marda mengangguk. Dia tahu betul dengan peraturan itu.
"Saya kasih kamu waktu 1 bulan untuk selesaikan tugas akhir kamu yang sudah setengah jalan itu. Kalau kamu gak bisa juga, saya kembalikan aja kamu ke prodi. Silahkan cari pembimbing lain. Saya lepas tangan."
"Baik Pak. Akan saya usahakan. Saya izin keluar ruangan."
Marda langsung bangkit berdiri dan sedikit membungkuk sebelum melangkahkan kaki keluar dari ruangan yang mencekam itu. Rasanya asam lambungnya sudah sampai ke kerongkongan.
***
Marda melangkah gontai di lorong rumah sakit. Hari ini adalah hari kepulangan Harkan setelah hampir dua bulan ia terkurung di gedung serba putih ini. Marda yang seharusnya mengurus kepulangan Harkan. Namun saat dia sedang bersiap malah mendapat panggilan untuk ke kampus. Alhasil dia harus minta tolong kepada Harna untuk singgah sebentar ke rumah sakit untuk menemani Harkan.
"Pergi aja Na daripada telat. Paling bentar lagi Mas Mar nyampe."
"Aman, satu jam lagi kok."
Marda mendengar percakapan kedua adiknya saat membuka pintu. Sebelum pintu terbuka sepenuhya, ia menarik nafas dalam - dalam. Berusaha memasang topeng terbaik. Ia melihat ke arah Harna dengan menyiratkan permintaan maaf. Harna terpaksa berbohong agar Harkan tidak merasa bersalah, padahal kelasnya sudah mulai sejak setengah jam yang lalu.
"Tuh kan, Mas Mar udah datang." ucap Harkan melihat kedatangan kakak sulungnya.
"Iya iya. Aku pamit." Harna menyalim Harkan. Harkan tertawa pelan, belum terbiasa dengan hobi Harna yang baru ini.(dia tidak tau saja Harna selalu melakukannya kalau dia sedang tidak sadar.)
Begitu Harna keluar, menyisakan Marda dan Harkan di ruangan. Harkan masih setengah berbaring di ranjangnya, namun ia sudah tidak memakai pakaian rumah sakit lagi. Sekarang dia sedang memakai hoodie berwarna ungu dan celana training berwarna cream. Kakinya juga sudah terbungkus kaus kaki yang dipakaikan Harna saat ia datang.
Ruang rawatnya sudah tampak rapi. Tidak banyak barang bawaan mereka karena telah dicicil sejak semalam. Hanya menyisakan satu ransel dan sekantung obat yang baru saja ditebus.

KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...