Dori Sambal Matah

1.3K 201 59
                                    

Sudah hampir seminggu mereka tinggal di rumah Kakek dan Nenek. Salah satu alasan mereka tidak kunjung kembali ke rumah adalah kondisi Harkan yang sama sekali tidak membaik. Justru perlahan semakin memburuk.

Kakek dan Nenek tidak mengizinkan mereka kembali ke rumah jika kondisi Harkan belum mengalami kemajuan. Dokter yang dipanggil oleh Kakek sehari sekali untuk mengecek kondisinya tidak kunjung memberikan bendera hijau. Bahkan berulang kali mengatakan untuk meminta keluarganya untuk membantu Harkan merasa "nyaman" di sisa waktunya yang diperkirakan dapat dihitung mundur. Membuat Kakek hampir mengamuk saat sang dokter memberikan kalimat yang pesimis itu.

Sebenernya Kakek dan Nenek ingin mereka untuk tetap tinggal di sini saja. Meski sangat nyaman berada di sini, mereka masih tidak enak hati dan merasa segan. Mereka juga merindukan suasana rumah yang sudah menemani mereka sejak kecil.

Hari - hari Harkan yang dikatakan sedang dalam kondisi yang baik adalah dia dapat dibawa ke halaman sebentar agar terkena sinar matahari. Ia juga sanggup untuk ikut makan di meja makan bersama yang lainnya, meski ia hanya berbaring di kursi rodanya dan tetap harus disuapi.

Sedangkan hari buruknya akan dihabiskan dengan berbaring tidak berdaya di kamar. Rintihan akan terus terdengar seiring rasa sakit yang ia rasakan. Bibir dan ujung kukunya akan tampak membiru keunguan. Menandakan betapa sedikit oksigen yang mengalir tubuhnya. Jika sudah begini sepatah katapun tidak akan mampu ia keluarkan.

Untuk hari ini ia merasa cukup baik. Ia bahkan minta untuk benar - benar mandi karena sudah merasa cukup risih. Belakangan ini tubuhnya dibersihkan hanya dengan dilap saja. Ia juga ingin keramas. Ia berharap dapat mandi dengan makna yang sebenarnya agar merasa lebih segar.

Marda yang akan menemaninya seharian hari ini. Jadi Mardalah yang memandikannya tadi. Awalnya Marda sedikit khawatir. Karena hanya ada sebuah kursi plastik tanpa sandaran yang dapat ia temukan di rumah Kakek. Sehingga butuh dua orang untuk membantu Harkan mandi.

Harna yang belum berangkat ke kampus menyempatkan diri untuk membantu. Saat Marda membersihkan Harkan, Harna menopang tubuh ringkihnya yang sudah sama sekali tidak sanggup ia gerakkan lagi. Kepalanya bahkan sudah tidak dapat ia tegakkan tanpa sandaran. Harna harus ikut basah dan kembali berganti baju sebelum berangkat.

Setelah adegan mandi yang cukup sulit itu ,Harkan langsung kelelahan. Mereka langsung segera membaringkan tubuh Harkan karena ia mengeluh pusing dan dadanya sakit. Padahal dia hanya diam dan tidak bergerak sama sekali sepanjang di kamar mandi. Ia juga sepenuhnya digendong saat berpindah dari kamar mandi ke tempat tidur. Tapi nafasnya langsung seperti seseorang yang baru saja melakukan aktifitas berat.

"Gimana badannya? Udah lebih enakan?" tanya Marda yang kini sedang mengeringkan rambut Harkan dengan hair dryer. Ia sedang berada di posisi berbaring ke samping. Selain untuk menghindari bad sore, posisi ini mempermudah Marda untuk mengeringkan rambutnya juga.

Harkan mengangguk menjawabnya. Sebenarnya jantungnya masih berbedar tidak karuan. Tapi sudah lebih baik dari yang ia rasakan tadi. Lagi pula akhir - akhir ini jantungnya terus - terusan berulah.

Rasa sakit yang mulai berkurang dan juga rasa nyaman setelah mandi membuatnya mengantuk. Perlahan kelopak matanya menutup. Rasanya berat sekali.

"Kalau ngantuk tidur lagi aja, pasti capek habis mandi."

Miris sekali rasanya melakukan kegiatan yang dilakukan orang sehari - hari saja dia sudah tidak mampu. Dari dulu tubuhnya memang lemah, tapi tidak pernah sampai di kondisi seperti ini. Dia terakhir kali seperti ini hanya saat baru bangun dari koma kemarin. Bedanya kali ini tidak terasa membaik sama sekali.

"Nanti mau ikut... makan malam..." pintanya dengan lirih kepada Marda.

"Nanti Mas banguni, sekarang istirahat dulu biar kuat keluar."

Food of SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang