Lemon Squash

1.4K 190 12
                                    

Karena dari kemarin sedih - sedih terus. Mari kita double up biar chapter sedihnya cepat lewat.

***

"Lihat itu siapa yang datang." bisik Marda lembut tepat ditelinga Harkan.

Harkan berusaha memfokuskan matanya yang masih sangat berat untuk dibuka ke arah pintu ruang rawatnya. Terlihat Janu masih dengan setelan kampusnya memasuki ruangan. Sebuah tas ransel tersampir di pundaknya. Bahkan dipandangannya yang masih buram, Janu terlihat lelah dan kurang tidur, seperti kedua saudaranga yang lain. Lagi - lagi dia merepotkan banyak orang.

"Dari tadi nyarii kamu Jan." Marda bangkit dan mempersilahkan Janu duduk di tempatnya tadi. Sebenarnya Harkan belum mampu mengeluarkan sepatah katapun sejak bangun di ruangan ICCU tadi pagi. Tapi pandangannya yang mengedar ke seluruh ruangan diartikan Marda sebagai mencari Janu. Karena hanya dia yang belum tampak sejak dia dipindahkan ke ruang rawat biasa.

Janu mengamati wajah adiknya yang memandangnya dengan sayu. Jika matanya tidak terbuka, penampilan Harkan tidak jauh lebih baik dari saat dia terbaring koma di ICCU. Tubuhnya masih sangat lemah. Setumpuk bantal tersusun untuk menyangga badan dan kepalanya agar tidak oleng ke samping. Ranjangnya dalam posisi setengah duduk.

"Kangen banget sama Mas ya? Makanya jangan tidur terus." ujar Janu sambil menyentil pelan dahi adiknya. Benar - benar pelan, tidak mungkin ia menyakiti Harkan.

"Hmm" Harkan belum mampu memberikan respon lebih. Matanya langsung menutup lagi. Melihat itu Janu melirik Marda khawatir.

"Gapapa Jan. Masih lemas anaknya, pasti pusing banget juga. Kata dokter 2 hari ke depan dia bakal lebih banyak tidur. Dulu juga sampai 3 hari lebih Harkan kayak gini."

Memang ini bukan pertama kalinya Harkan koma. Tapi dulu mereka tidak mendampinginya terus - menerus. Sehingga tidak terlalu ingat dengan proses pemulihannya di awal.

Janu terus mengelus lembut kepala Harkan hingga ia tertidur lagi. Adiknya masih tampak sangat lelah dan mengantuk meski sudah tertidur begitu lama. Setidaknya hembusan embun di masker oksigen terlihat teratur meski tarikannya masih berat. Menandakan kondisinya sudah membaik.

"Ini upin ipin konsepnya memang Harus dempet gini?" komentar Janu melihat Harna ikut berbaring di ranjang Harkan. Meski Harna berada di ujung ranjang agar tidak menghimpit Harkan, tetap saja ranjang itu tidak dibuat untuk berisi dua orang.

"Biari aja dulu." Marda hanya tertawa ringan mendengar komentar itu. Dari tadi Harna memang tidur di situ. Sepertinya dua makhluk yang tidak pernah berpisah sejak embrio ini tidak bisa berlama - lama berjauhan. Bahkan Harna yang sudah sampai di kampus akhirnya memutuskan untuk bolos dan langsung pergi ke rumah sakit.

"Gimana kata dokter Mas?"

"Sejauh ini baik. Masih ada beberapa pemeriksaan lagi." Sejak di ICCU hingga dipindahkan ke ruang rawat, pihak rumah sakit terus terusan melakukan pemerikasaan terhadap Harkan. Baru sekarang dia dapat beristirahat.

Sebenarnya Marda tidak tega dan ingin meminta mereka untuk berhenti sejenak. Apalagi setelah selang intubasi dilepas, Harkan merintih kesakitan hingga menetaskan air mata. Tapi Marda sadar pemeriksaan tersebut harus segera dilakukan dan tidak bisa ditunda. Itu semua demi kebaikannya adiknya juga.

"Tadi Ayah telpon..." sedikit ragu Marda memberi informasi itu ke Janu. Ia takut merusak suasana, tapi bagaimanapun mereka berhak mengetahuinya.

"Tanya apa dia?"

"Tanya kabar Harkan dan hasil pemeriksaannya."

Janu tidak begitu peduli sebenaranya. Kalau hanya sekadar bertanya mengenai kabar, satpam rumah sakit yang kenal dengan mereka juga selalu menanyakan kabar Harkan. Yang dibutuhkan mereka adalah kehadiran Pram sebagai seorang Ayah.

Food of SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang