"Nanti Mas pulang malam lagi?"
"Iya Kan, paling cepat sekitar jam 8. Kamu mau titip sesuatu?"
Harkan menunduk dan memainkan selimut di pangkuannya. Jawaban yang diberikan Marda sama seperti yang diberikan Janu dan Harna kepadanya. Tidak ada yang bisa pulang cepat diantara mereka. Ia juga tidak punya keberanian untuk bertanya kepada Ayah.
Sebenarnya sejak semalam ia merasa tidak enak badan. Dadanya terasa nyeri hingga merambat ke bahu dan lengan kirinya, isertai sakit kepala yang hilang timbul. Disaat seperti ini ia sangat ingin ditemani oleh salah satu saudaranya. Tapi mereka sepertinya sedang sangat sibuk dengan berbagai kegiatan di kampus.
"Aku kurang enak badan Mas... Dadaku sakit dari tadi malam. Boleh gak Mas temani Aku di rumah?" akhirnya ia memberanikan diri mengungkapkan isi hatinya. Perasaannya benar - benar tidak enak saat ini.
Marda berjongkok di hadapan kursi roda adiknya, ia menyamakan tinggi mereka agar ia dapat menatap mata adiknya secara langsung. "Maaf ya Kan, Mas lagi sibuk di kampus. Lagi ada banyak tugas juga. Di rumah juga udah ditemani Mas Budi kan? Kalau ada yang gak enak atau butuh sesuatu bilang aja sama dia."
Sejak kepergian Ibu, Ayah mempekerjakan Mas Budi sebagai perawat pribadi Harkan. Ia akan datang pukul 8 pagi dan akan pulang pukul 8 malam. Hampir setiap hari Harkan menghabiskan waktu di rumah hanya dengan Mas Budi. Seluruh saudaranya perlahan semakin sibuk dan seperti menghindari berlama - lama di rumah. Seakan - akan mereka terus terbayang oleh kehadiran Ibu jika mereka berada di rumah.
Harkan sendiri tidak punya pilihan. Ia melewati harinya dengan perasaan yang campur aduk. Disatu sisi ia paham tidak mungkin saudaranya mengurusinya setiap hari, tapi di sisi lainnya ia ingin mereka berada di sampingnya. Harkan yang sudah terbiasa dengan Ibu yang selalu membantunya sehari - hari merasa sedikit risih saat ada orang asing di rumah mereka.
"Hari ini aja juga gak bisa ya Mas? Atau pulang sore mungkin..." Harkan kembali mencoba menawar. Tapi hanya gelengan dan ucapan maaf yang ia dapat.
"Gapapa kalau memang lagi pada sibuk Mas. Maaf ya... Mas jangan lupa makan ya di kampus. Jangan lupa istirahat juga."
Pada akhirnya dia yang harus memahami dan mengalah.
Ahh. Harkan sungguh rindu Ibu.
***
"Futsal yok Mar."
"Si Marda kok diajak futsal, dia kerjanya cuma ngegym doang."
Tawa terdengar di sudut ruang kuliah yang sudah mulai kosong itu. Marda yang menjadi objek pembicaraan hanya ikut tertawa. Ternyata teman - temannya sudah hafal dengan kebiasaannya.
Tapi tawaran futsal kali ini terdengar menarik. Sudah lama ia tidak melakukan olahraga dalam bentuk permainan. Lagipula ia tidak ada kegiatan lagi seharian ini. Kelasnya memang hanya ada sampai siang, ia hanya berencana memghabisakan waktu untuk nongkrong di cafe hingga rasanya ia cukup siap untuk pulang ke rumah.
"Bolehla sekali - sekali."
"Bener nih Mar?"
"Ayo, sebelum gue berubah pikiran."
Setelah Marda menyetujui ajakan itu ia dan teman - temannya langsung menuju tempat mereka akan bermain. Di perjalanan beberapa kali Harkan tampak mengirimkan pesan yang isinya sama, menanyakan kepulangannya. Pesan itu akan ia balas nanti saja, agar ia tampak sibuk hingga tidak sempat membalas pesan.
Sekarang Marda sudah berada di lapangan futsal indoor yang ia sewa bersama teman - temannya. Tempatnya tidak terlalu ramai, sehingga mereka masih dapat menyewa meski secara mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...