Hari ini tidak terlalu banyak pasien di klinik pribadinya. Papan bertuliskan "close" sudah terpampang di pintu kaca, padahal matahari masih bersinar terang. Ia sengaja tidak membuat janji dengan banyak pasien hari ini karena ingin rehat sejenak dan bersantai di rumah.
Meski ia memutuskan untuk tidak membangun rumah tangga seperti kedua saudaranya, saat ini ia sangat menikmati kehidupannya. Mungkin tidak akan ada yang percaya jika mendengarnya, mengingat rekam jejaknya sebagai seorang penakluk hati wanita yang sangat handal di masa muda.
Memiliki karir yang bagus, keponakan yang menggemaskan, bisa melakukan segala hal yang ia senangi. Rasanya sud cukup. Hidupnya sangat bahagia meski tidak sesuai standar orang kebanyakan.
Membuka praktik pribadi adalah keputusan yang tepat. Ia dapat menerima pasien sesuai jadwal yang dapat ditentukannya sendiri. Dokter gigi memang profesi yang sangat tepat untuknya.
Contohnya seperti hari ini, ia sudah merencanakan berbagai kegiatan. Memasak, jogging, membersihkan rumah, dan pastinya bermalas malasan di tempat tidur. Pasti rasanya menyenangkan sekali. Mungkin ia akan singgah sebentar ke makam Harkan. Sudah lama ia tidak datang berkunjung.
Memang hanya bordiran "drg. Januari Mahendra" di scrub hitam yang ia pakai saat ini, tanpa tambahan embel embel gelar spesialis atau apapun. Tapi ia sempat menempuh pendidikan spesialis bedah mulut selama 4 tahun sebelum pada akhirnya memutuskan berhenti dan tidak melanjutkan studinya. Rumah sakit dan meja operasi bukan tempat yang cocok untuknya. Terlalu banyak memori yang bangkit dari tempat berbau steril itu.
"Izin dok, ada tamu." panggil seorang perawat membuyarkan lamunan Janu.
"Tamu? Bukannya klinik udah tutup? Atau ada yang udah terlanjur buat janji?" tanya Janu sambil melihat ke arah smartwatch yang ia pakai. Rasanya tidak ada pasien yang terlewatkan sedari tadi.
Perawat itu sedikit terkekeh melihat Janu yang tampak kebingungan, "Bukan pasien dok. Biasa, tamu langganan. Udah masuk ke ruangan dokter juga."
Janu menepuk jidatnya. Bisa bisanya dia lupa, siapa lagi yang hobi datang ke klinik pribadinya selain bocah itu. "Ok ok, kalian boleh langsung pulang. Nanti saya bereskan sisanya"
Perawat tersebut pamit untuk pulang dan kembali meninggalkan Janu seorang diri. Ia melepaskan gown dan mencuci tangan, ia juga mengganti scrub yang ia pakai seharian dengan kaos dan celana bahan.
Setelah dirasa sudah bersih, Janu mulai berjalan ke ruangannya. Ia buka pintu itu perlahan, berjaga jaga seandainya anak itu tertidur saat menunggunya.
"Om Januuu!" seorang remaja laki laki yang masih lengkap dengan seragam putih abu-abu yang terbalut jaket hitam sudah menyambutnya dengan senyum lebar sambil duduk di sofa. Ia tampak sudah sangat familiar dengan ruangan milik Janu. Terlihat dari barang barangnya yang sudah berhamburan di lantai. Beberapa kertas resep milik Janu sudah berubah bentuk menjadi aneka bentuk. Burung, pesawat, kapal.
"Ayah tau kamu ke sini?" tanya Janu sambil mengutip kertas yang sudah dilipat aneka bentuk yang berhamburan di lantai.
Anak itu menggeleng, "Males ah bahas Ayah."
"Kenapa lagi kalian? Berantem?"
"Nggak, lagi males aja sama Ayah." ucapnya sambil merubah posisi menjadi berbaring di sofa.
"Hari ini Om gak kemana mana kan? Kita makan keluar yuk! Origamiku juga udah habis, sekalian ke toko buku ya?" serunya semangat.
Janu menimbang sejenak sebenarnya ia sedang malas sekali dan sudah punya rencana sendiri. Apalagi ia sudah sangat lama tidak ke makam Harkan, ia tidak ingin menundanya lagi. Tapi di saat yang sama ia juga bingung menolak ajakan keponakannya ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/350050475-288-k229371.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...