Yang katanya rindu mana suaranya?***
"Siapa yang telpon tadi Bu?" tanya Harkan yang sedang mengunyah suapan dari Ibu. Beberapa kali ponsel Ibu terdengar berdering, Ibu mengangkatnya di luar kamar.
"Telan dulu sayang, baru ngomong."
Harkan mengambil gelas disamping ranjangnya lalu meneguk air untuk menelan makakanannya. "Maaf Bu"
Ibu terkekeh kecil melihat Harkan yang sudah memajukan sedikit bibirnya, " Tante Rani tadi yang telpon sayang."
"Tante Rani?"
"Iyaa, teman Ibu yang kita jumpa pas kamu check up kemarin. Dia lagi bawa anaknya vaksin waktu itu."
"Oooh"
Harkan jadi teringat, kemarin saat di rumah sakit Ibu bertemu dengan seorang temannya. Kata Ibu, Tante Rani adalah temannya sewaktu SMA. Mereka sebangku selama 3 tahun. Mereka berbincang cukup lama di lorong rumah sakit. Wajar saja, Ibu memang tidak pernah berkumpul dengan teman - temannya karena terlalu sibuk mengurus dirinya yang sakit - sakitan ini.
Mereka bertukar nomer telpon dan memasukkan Ibu ke dalam group sosial media mereka. Tante Rani mengatakan banyak yang menanyakan kabar Ibu. Ia juga mengajak untuk melanjutkan percakapan mereka dengan makan siang di luar atau di suatu cafe. Tentu saja Ibu menolak, ia khawatir Harkan yang baru saja selesai check up kelelahan jika harus ikut dengannya. Padahal Harkan tidak keberatan jika harus menunggu.
"Tante Rani bilang apa Bu? Ngajak ngumpul ya?"
Ibu menoel hidung Harkan gemas, "Sok tau kamu, tapi memang iya sih."
Teman - temannya mengajaknya berkumpul. Tapi tetap saja dia harus menolak tawaran itu. Dia tidak tenang meninggalkan Harkan. Apalagi Harkan sedang tidak enak badan sejak semalam, di rumah juga sedang tidak ada siapa siapa. Ini masih jam 10 pagi, anaknya yang lain baru akan pulang paling cepat siang hari. Sedangkan suaminya akan pulang menjelang malam.
"Ibu siap - siap aja, biar aku lanjut makannya sendiri." Harkan mengambil alih mangkuk yang berisi bubur dari tangan Ibu.
"Siap siap ngapai?"
"Kan Ibu mau ngumpul sama teman Ibu?"
"Siapa yang bilang mau pergi sayang, Ibu gak mau pergi kok. Udah lama juga gak jumpa mereka. Canggung nanti." Sebenarnya dia ingin sekali berkumpul dan berbincang dengan teman - temannya. Apalagi mereka sudah sengaja memilih tempat yang dekat dengan rumahnya. Mereka telah memilih cafe di depan kompleknya agar dia dapat ikut. Dia tidak mau mengatakan bahwa sebenarnya ia berat meninggalkan Harkan. Ia khawatir anaknya tidak enak hati.
"Aku gapapa sendiri Bu. Siap makan aku cuma mau tidur. Ibu pergi aja."
"Tapi sayang..."
"Aku janji di tempat tidur aja, pokoknya Ibu tenang aja ya."
Ibu mempertimbangkan kembali. Ia tatap wajah Harkan lekat - lekat. Harkan menatapnya kembali meyakinkan.
"Dadanya masih sakit gak? Napasnya gimana, sesak?" Ibu mengecek smarwatch yang berada di tangan kiri Harkan.
"Tinggal sesak sedikit Bu, tapi gapapa. Dibantu oksigen udah enakan." Jawab Harkan dengan menunjuk nassal cannula yang ia pakai.
"Ibu telpon dulu Mas sama Harna pulang jam berapa, nanti kalau mereka udah dekat Ibu berangkat." Harkan mengangguk setuju.
Ibu langsung bangkit dan keluar kamar. Lalu ia kembali dengan botol minum dan sepiring buah yang sudah dipotong.
"Minum sama cemilan Ibu taruh di sini, obatnya juga kamu pegang aja. Gausah di dalam laci, kalau perlu susah ambilnya nanyi." ucap Ibu sambil menyerahkan satu botol obat yang biasa digunakan jika Harkan mendapat serangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanficDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...