Sebenarnya ini masih hari kedua dalam satu minggu. Tapi keempat saudara ini tampak sedang bersantai di kamar si kembar meski matahari masih tinggi.
Harkan yang sedang tidak enak badan sejak kejadian muntahnya tadi malam memghabiskan waktu dengan beristirahat di tempat tidur. Selain rasa lemas dan sesak, tenggorakannya juga terasa sakit hasil ulahnya kemarin. Tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.
Tadi pagi seorang perawat sudah datang untuk kembali memasangkan selang makan yang ditariknya. Ia juga diberikan satu botol infus agar tidak mengalami dehidrasi.
Marda duduk di lantai, sibuk dengan skripsi yang harus dia kejar. Kertas - kertas tampak berhamburan di sekitar tubuhnya. Sedangkan Janu berbaring di tempat tidur Harna, fokus dengan game yang sedang dimainkan. Keduanya memang tidak ada kegiatan di luar hari ini.
Berbeda dengan Harna yang sengaja memboloskan diri. Rasa bersalahnya masih belum hilang. Jadi ia memutuskan untuk menemani Harkan seharian. Bahkan sejak tadi malam Harna tidak jauh dari Harkan sedikit pun. Dia sudah menitipkan absen kepada temannya. Semoga saja tidak ketahuan.
"Minum..."
Harna langsung bangkit dan mendekatkan gelas dengan sedotan ke arah Harkan. Ia angkat sedikit masker oksigen agar Harkan bisa minum. Tapi Harkan tampak kesulitan menghisap air dari sedotan itu. Harna mengambil sendok yang memang sudah tersedia di nakas dan mulai menyuapinya perlahan dengan sendok.
"Makasih..."
"Kalau badannya makin gaenak dibilang ya Kan, jangan ditahan." Seru Janu dari tempat tidur Harna. Masih fokus dengan ponselnya.
"Iya Mas." Harkan menyahut dengan suara yang sangat pelan dan parau. Ntah Janu dapat mendengarnya atau tidak. Ia berusahan kembali menyamankan dirinya di dalam selimut, mencoba untuk tidur.
Harna membenarkan posisi selimut saat ia melihat Harkan kesulitan menarik selimutnya ke atas. Setelahnya ia juga meletakkan tangan di leher dan dahi Harkan. Dia dapat bernapas lega saat hawa panas tidak terasa. Harkan tidak demam.
"Aku... gapapa Na..."
'Apanya yang gapapa, suaranya gak kedengeran gitu. Tadi aja pas pasang NGT gak sanggup angkat kepala.' Ini yang sebenarnya ingin Harna katakan, tapi ia ragu. Sepertinya kalimat itu terlalu kasar. Ia tidak ingin membuat kesalahan lagi.
"Istirahat Mas." Akhirnya hanya itu ia ucapkan.
Harkan hanya tersenyum tipis mendengarnya. Mereka masih sangat canggung. Meski Harna terus menjaganya semalaman hingga sekarang. Ia belum ada mendengar omelan Harna seperti biasa. Apa Harna masih marah padanya?
Janu sebagai penonton terkekeh geli melihat adik kembarnya yang sibuk menyalahkan diri masing - masing. Padahal jika dikomunikasikan baik - baik kesalah pahaman mereka akan cepat selesai.
Janu mematikan ponselnya dan memasukkankannya ke dalam kantong celana yang ia pakai. Ia bangkit dan melangkah ke arah Marda.
"Kalian jangan berantem, kami tinggal belanja dulu." Marda yang lengannya ditarik tanpa aba - aba memberikan perlawanan. Ingin melempar tanya tapi Janu sudah melotot mengisyaratkan untuk menurut saja. Alhasil dia mematikan laptopnya dan ikut bangkit.
Tidak lupa Janu melemparkan senyum mengejek ke Harna sebelum hilang dari pintu sepenuhnya. Harna pasti kesal ditinggalkan dalam kondisi canggung begini.
Sepeninggal kedua kakaknya Harna kembali menelungkupkan kepalanya di tangannya yang ia lipat di tempat tidur Harkan. Dia sadar Janu sengaja meninggalkan mereka berdua agar lebih leluasa mengobrol. Tapi ia bingung bagaimana cara memulainya.
"Na..."
"Hmm"
"Tidur yang... bener.. nanti punggungnya... sakit..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Food of Soul
FanfictionDunia hanyalah piring yang isinya bisa kita isi, ntah dengan pilihan sendiri atau dengan lauk yang tersedia. Tapi tetap harus kita santap. Cerita ini berisi resep yang akan mengenyangkan perut, hati, dan pikiran. Menceritakan isi "piring" 4 bersaud...