[COMPLETED]
Jaemin kehilangan kepercayaannya pada siapapun hingga member harus berusaha keras meyakinkannya, bahwa mereka tidak akan pernah pergi dari sisinya.
"Jika dunia masih memusuhimu sekalipun, kami tidak akan menjadi bagian darinya, sampai ka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mark melambaikan tangannya ketika melihat Bangchan memasuki Café Travel Maker. Bangchan tersenyum lantas berjalan ke mejanya. Seorang pelayan segera mendekati mereka dan menanyakan pesanan pada Bangchan. Ia memesan sandwich dan ice americano.
"Sudah lama, Mark?" tanya Bangchan. Mark menggelengkan kepalanya.
"Tidak, baru saja, hyung," tutur Mark. Keduanya sempat terdiam sejenak, kehilangan topik pembicaraan. Mark dan Bangchan tidak dekat. Keduanya sering berpapasan karena Hyunjin sering menghampiri Jaemin. Hari ini Mark ingin bertemu untuk menanyakan banyak hal. Beberapa hari terakhir, Mark merasa buntu. Tetapi sebelum sempat membuka mulutnya, Bangchan berbicara terlebih dahulu.
"Hyunjin sangat menyukai café ini," katanya. Mark terpekur.
"Aku tidak begitu banyak tahu café yang enak. Tapi Hyunjin sering menyeretku kemari hanya untuk mencoba menunya yang baru. Jadi ketika kau mengajakku bertemu, yang terpikir hanya tempat ini," kata Bangchan sembari mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Seperti meresapi setiap sudutnya, mengingat kembali memorinya bersama Hyunjin. Mark terdiam. Ia yakin jika Hyunjin menyukai tempat ini, Jaemin juga sering datang kemari bersamanya. Mark harus mengingat tempat ini, takut menjadi tempat yang mungkin masih dihindari oleh Jaemin.
"Ada yang ingin dibicarakan Mark?" tanya Bangchan akhirnya membuka percakapan yang menjadi tujuan Mark menemuinya. Mark mengangkat wajahnya lantas menganggukkan kepalanya.
"Tentang Jaemin," kata Mark. Bangchan tampak tidak terkejut, sejak awal ia sudah menduganya.
"Bagaimana cara hyung menghadapi Hyunjin dulu?" tanya Mark membuat Bangchan tertegun. Ia berpikir sejenak. Lumayan lama, bahkan hingga seorang pelayan mengantarkan makanan yang dipesan olehnya. Mark merasa sungkan. Ia takut Bangchan merasa keberatan membahas tentang Hyunjin. Tetapi wajah Bangchan bukan menunjukkan keengganan, ia justru tampak berpikir keras.
"Kalau dipikir lagi, aku tidak pernah melakukan apapun untuknya," kata Bangchan membuat Mark terkejut.
"Maksudnya, hyung?" tanya Mark.
"Saat Hyunjin ada dalam masa yang sulit, Jaemin selalu datang. Aku rasa itu juga terjadi sebaliknya," kata Bangchan. Mark tertegun. Dugaan Mark selama ini benar. Keduanya benar-benar saling menguatkan karena merasakan hal yang sama. Sama seperti dirinya, dulu ia tidak perlu terlalu memikirkan cara membuat Jaemin terbuka padanya karena ada Hyunjin yang sangat memahaminya. Lantas ketika Hyunjin pergi, Bangchan tidak akan sempat memikirkan apa yang ia pikirkan kini.
"Hyunjin pernah kesulitan tidur, lalu setelah Jaemin datang, ia bisa tidur dengan nyenyak. Ia juga pernah murung seharian. Setelah Jaemin datang, suasana hatinya membaik lagi. Seharusnya aku banyak berterima kasih pada Jaemin," cerita Bangchan. Ingatan Mark tiba-tiba tertuju pada saat-saat keadaan Jaemin membaik karena Hyunjin. Mark menghela nafas.
"Kadang Hyunjin juga terbuka pada Felix. Aku lebih sering menanyakan tentang Hyunjin padanya. Selama Felix mengatakan ia baik-baik saja, aku tahu bahwa aku tidak perlu melakukan apapun," kata Bangchan. Mark terdiam. Ia mendengarkan Bangchan sembari memikirkan segala kemungkinan tentang Jaemin di masa lalu.