Chapter 22 : Tanaman yang Pecah

236 41 7
                                    

Jeno menghela nafas kasar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno menghela nafas kasar. Ia bangun kesiangan dan mendapati semua member, kecuali Jisung dan Renjun, sudah keluar dari dorm. Jaemin pergi berkonsultasi, sedangkan Mark, Haechan, dan Chenle sudah pulang ke rumah sejak pagi. Ia ingin membicarakan masalah Jaemin pada Mark, tetapi ia ingin membahasnya secara langsung, bukan melalui telepon atau pesan teks. Mungkin ia akan menunggu hingga Mark kembali ke dorm saja. Ia hanya mengatakan pada Mark bahwa ada hal penting yang ingin ia bicarakan tentang Jaemin, tentang luka baru yang semalam ia obati.

Kini Jeno sedang melangkahkan kakinya bersama Jisung menuju rumahnya. Seperti member yang lain, keduanya juga memutuskan untuk pulang ke rumah. Mereka akan menginap semalam saja, jadwal padat sudah menunggu mereka besok. Sejujurnya Jisung ingin menolak ajakan Jeno, teringat kata-kata ibunya terakhir kali saat ia ikut ke rumah Jeno. Tetapi ia tidak menemukan alasan yang tepat, apalagi Jeno benar-benar memaksanya. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, Jeno akan membenci ibunya. Ia tidak ingin merusak kebahagiaan keluarga Jeno.

Jeyoon menyambut keduanya dengan tawa yang lucu, membuat Jeno bergegas memeluknya erat-erat. Jeyoon ganti memeluk Jisung. Ia tampak begitu senang ketika kedua kakaknya datang bersamaan.

"Sudah sembuh?" tanya Jeno. Ia ingat terakhir kali alergi adiknya kambuh. Jeyoon menganggukkan kepalanya dengan semangat. Jeno mengacak rambutnya dengan gemas.

Ketiganya duduk di ruang tengah. Jeno menoleh ke sekeliling rumah. Tidak ada tanda-tanda keberadaan ibu ataupun ayahnya. Ia tahu ayahnya sedang berada di kantor.

"Mama kemana?" tanya Jeno pada Jeyoon. Jeyoon yang sedang memainkan lego dengan Jisung menjawab tanpa menoleh.

"Katanya belanja ke supermarket," tutur Jeyoon. Jeno menganggukkan kepalanya lantas bermaksud mengganggu adiknya dengan merobohkan lego yang sudah tersusun cukup tinggi. Suara teriakan tidak hanya Jeyoon, tetapi juga Jisung membahana begitu Menara Lego hancur dan terserak. Jeno tertawa terbahak-bahak dan berakhir melindungi dirinya akibat pukulan pelan Jeyoon yang mengenai lengannya.

Jeyoon tidak menyerah. Ia kembali membangun Menara Lego tanpa menghiraukan Jeno yang sudah bersiap dengan wajah isengnya. Jisung berdecak lantas menggelengkan kepalanya, membuat Jeno meringis dan malah mengacak brutal rambut Jisung dengan gemas. Jisung mengerang. Kenapa Jeno suka sekali mengacak rambut kedua adiknya?

"Bagaimana Mama kalau di rumah? Apakah selalu memperhatikan Jeyoon?" tanya Jeno akhirnya mundur ke belakang hingga bersandar pada sofa, memperhatikan Jisung yang sedang membantu Jeyoon membangun legonya lagi. Jeyoon sempat berhenti bermain, membuat Jisung menaikkan kedua alisnya.

"Mama baik," jawab Jeyoon singkat, lantas kembali melanjutkan kegiatannya. Jeno mengernyitkan dahinya, jawaban yang terlalu pendek. Jeyoon biasanya sangat cerewet. Terakhir kali ia menceritakan Jisung dengan sangat semangatnya seolah posisi Jeno sebagai kakak sudah digantikan oleh Jisung.

"Masakan Mama enak?" kali ini Jisung yang bertanya.

"Ya,"

"Masakan apa yang sering Mama buatkan?"

See You Again Next Winter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang