Haechan termenung di antara remang-remang temaram lampu tidur ruangan rawat Jaemin. Hari ini ia mengajukan diri untuk berjaga, kebetulan besok ia tidak ada jadwal selama sehari penuh. Ketika ia datang, bibi Jaemin, Tiffany, masih berada di ruangan dan memilih untuk pulang ketika Haechan tiba dan bermaksud untuk berjaga.
Tiba-tiba Haechan insomnia. Sebelumnya ia sempat berusaha tidur di sofa, tetapi ia tidak juga mampu menutup matanya. Pikirannya mengelana jauh. Keberadaannya di dekat Jaemin membuat bayangan beberapa hari yang lalu terus berputar di kepalanya. Ketakutan semua orang ketika melihat Jaemin dalam kondisi yang sangat buruk.
Berbeda dengan Mark yang masih mampu menjangkau Jaemin dan meminta staf untuk menghubungi ambulance, Haechan hanya mampu diam mematung di dekat pintu. Seluruh tubuhnya gemetar, ketakutan membuatnya tidak sanggup bergerak.
Haechan mengernyitkan dahinya, menatap wajah tidur Jaemin yang tampak tidak tenang. Jaemin mulai gelisah. Haechan maju ke depan dan mengguncang lengan Jaemin, berusaha membuatnya bangun.
"Jaemin sering mimpi buruk tiap malam. Kalau kau terbangun karena igauannya, segera bangunkan dia," pesan Mark tadi sebelum ia berangkat.
Jaemin membuka matanya dengan wajah terkejut. Wajahnya berkeringat. Haechan menatapnya dengan senyum sembari memberikan tisu. Jaemin menerimanya dan bangkit untuk duduk di kasurnya. Haechan membantu dengan menaikkan kepala ranjang sehingga Jaemin bisa bersandar dengan nyaman. Jaemin menghela nafas, wajahnya tampak putus asa. Ia melirik jam dinding menunjukkan pukul 12 lebih. Sudah lewat tengah malam.
"Baru saja datang, Haechan-ah?" tanya Jaemin. Saat Haechan datang, Jaemin sudah tidur. Wajar saja, Haechan baru datang pukul 9 malam.
"Tidak. Sudah dari tadi, tapi tidak bisa tidur," kata Haechan sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Setelah itu hening. Haechan bersenandung kecil sembari memainkan ponselnya. Tatapan Jaemin mengarah pada jendela yang tertutup korden. Ia bisa melihat dari celahnya, salju kembali turun malam ini.
"Kenapa musim dingin tahun ini panjang sekali?" tanya Jaemin membuat kegiatan Haechan terhenti. Haechan ikut melihat pada celah korden dan mendapati salju kembali turun. Pantas saja ia mulai merasa kedinginan. Haechan bangkit meraih remote dan menaikkan suhu penghangat ruangan. Remote itu ia letakkan di atas nakas agar mudah dijangkau oleh Jaemin.
Haechan tidak menjawab pertanyaan Jaemin. Akhir-akhir ini ia juga membenci salju yang entah mengapa justru semakin semangat menampakkan diri pada mereka, seolah mengejek mereka. Jaemin menunduk dengan wajah sedih, membuat Haechan menatapnya khawatir.
"Kenapa?" tanya Haechan. Jaemin menghela nafas.
"Hanya lelah," kata Jaemin. Haechan membeku. Kata-kata yang paling membuat member takut. Haechan mendekat. Ia duduk di pinggir ranjang Jaemin.
"Lelah boleh, kita manusia, Jaemin-ah. Kalau lelah istirahat. Tapi harus bangkit lagi, saat kau sudah merasa kuat," kata Haechan membuat Jaemin tertegun sejenak, sebelum timbul senyuman tipis di wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
See You Again Next Winter [✓]
Fanfiction[COMPLETED] Jaemin kehilangan kepercayaannya pada siapapun hingga member harus berusaha keras meyakinkannya, bahwa mereka tidak akan pernah pergi dari sisinya. "Jika dunia masih memusuhimu sekalipun, kami tidak akan menjadi bagian darinya, sampai ka...