Chapter 23 : Putus Asa

541 52 8
                                    

Jaemin berjongkok di depan sebuah pot yang ia isi dengan tanah baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin berjongkok di depan sebuah pot yang ia isi dengan tanah baru. Tanaman Jade Plant berada di sisi kirinya, telah terbungkus plastik pada akarnya, menunggu untuk ia tanam kembali. Chenle mendekatinya, ikut menumpukkan tanah pada pot tersebut. Ia mengambil tanaman itu, membantu memeganginya, sedangkan Jaemin memasukkan tanah lagi hingga seluruh akarnya tertutup. Setelah memastikan posisi tanaman itu cukup aman, Chenle melepas pegangannya. Tanaman itu kembali berdiri tegak seperti sedia kala.

Chenle bangkit mengambil penyiram tanaman yang selalu penuh berisi air. Mark menggunakannya setiap hari, tidak heran alat penyiram itu tidak pernah kosong. Ia menyiram tanaman itu dengan hati-hati, memastikan setiap daunnya basah dengan air. Jaemin tersenyum kecil ketika mendapati tanamannya telah kembali seperti sedia kala. Ia mengangkat tanaman itu, memeluk potnya dengan erat.

"Ayo bawa masuk lagi," ucap Chenle sembari merangkul Jaemin, tidak peduli pada tanah yang berserak dan plastik yang belum dibuang di bawah mereka. Keduanya melangkah masuk, lantas Jaemin kembali meletakkan tanaman itu seperti posisi semula. Chenle tersenyum lega. Ia melirik kamar Mark yang masih tertutup rapat. Mark masih belum selesai berbicara serius dengan Jeno dan Jisung. Chenle berharap ketika ketiganya keluar dari kamar itu, tidak ada lagi perdebatan antara Jeno dan Jisung.

"Chenle-ya," panggil Jaemin dengan tatapan mata tidak lepas dari tanaman di hadapannya.

"Hmm?" tanya Chenle, masih belum melepas rangkulannya dari Jaemin. Jaemin terdiam sejenak, tampak memperhatikan tanaman Jade Plant nya dengan tatapan yang intens.

"Apakah hyung harus hancur dulu untuk bisa kembali seperti sedia kala?" tanya Jaemin membuat Chenle menoleh pada kakak satu grupnya dengan tatapan mata terkejut. Ia mengikuti tatapan mata Jaemin dan memahami maksud dari kata-kata Jaemin. Chenle kelu. Ia tak mampu menjawab apapun. Ia tahu pecahnya tanaman kesayangan Jaemin tentu tidak berdampak baik padanya.

Jaemin menunduk. Sejak ibunya meninggal di depan matanya, sejujurnya Jaemin sudah hancur. Seolah belum cukup, segala tragedi belakangan ini membuatnya semakin mati rasa. Apakah dunia tidak rela melihatnya bahagia sedikit saja? Bahkan kini, ayahnya yang sudah tidak pernah muncul sekalipun, tiba-tiba dapat menemukannya dengan mudah, lantas menyiksanya seperti dulu lagi.

"Kapan semuanya akan berakhir?" kata Jaemin lagi membuat Chenle menggenggam tangannya sendiri. Ia merasa air mata mulai menggenangi matanya. Segala hal tentang Jaemin selalu membuatnya merasa sedih. Jauh lebih sedih dibandingkan saat ia menghadapi kemarahan ayahnya.

Chenle tidak mengerti. Apa yang belum berakhir? Bukankah segala kisah sedih Jaemin seharusnya sudah berhenti ketika Hyunjin pergi meninggalkannya? Ia hanya tidak tahu akar dari segala masalah yang menimpa Jaemin. Ia hanya tidak tahu bahwa Jaemin menyimpan luka lebih besar lagi, tidak hanya luka psikis yang selama ini member sadari, tetapi juga luka fisik yang akan terus terlihat bekasnya.

"Segalanya akan indah pada waktunya, Hyung," kata Chenle akhirnya, membuat Jaemin tertawa hambar. Tawa yang justru terdengar sedih. Ah, Jaemin justru tampak seperti sedang menertawai kisah hidupnya yang menyedihkan. Chenle hanya mampu merangkul bahu Jaemin untuk menguatkannya. Ia yang bahkan sangat dewasa dan realistis kehilangan segala kata-kata penyemangat yang sering ia lontarkan pada penggemarnya.

See You Again Next Winter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang