Chapter 15 : Penolakan yang Menyakitkan

281 35 5
                                    

Jaemin perlahan membuka matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaemin perlahan membuka matanya. Sedikit buram, sebelum pandangan matanya berangsur-angsur menjadi lebih terang. Tatapannya tertuju pada lampu yang menyala di tengah ruangan. Ia menoleh ke kiri dan mendapati Mark duduk di kursi meja belajar. Mark tampak tersenyum lega melihatnya terbangun.

Jaemin mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Kamar yang familiar, tetapi bukan kamarnya. Ah, ini kamar Mark. Ia mengenali interior yang sering ia lihat ketika menyambangi kamar leader mereka. Jaemin berusaha bangkit dan Mark membantunya.

"Sudah lebih baik?" tanya Mark. Jaemin mengangguk singkat. Ia terdiam, tidak menemukan bahan pembicaraan apapun. Ingatannya mengarah pada makam sahabatnya yang baru saja ia kunjungi. Lantas tiba-tiba ia sudah berada di kamar ini.

Ibunya baru saja datang di mimpinya. Ibunya yang cantik, berpakaian putih bersih dan wajah yang tampak berseri, tetapi terkesan sedih. Ibunya mengelus rambutnya dengan lembut, usapan yang masih bisa Jaemin rasakan hingga sekarang. Jaemin berusaha mengatakan bahwa ia sangat rindu, tetapi tidak ada kata yang terucap. Tenggorokannya terasa sangat kelu. Ibunya tampak mengerti, lantas ia mengatakan satu kata singkat yang membuatnya mencelos, 'Jaemin harus kuat. Bertahanlah demi Mama'. Ia menunduk, memainkan jemarinya sendiri.

"Maaf sudah merepotkan hyung," kata Jaemin, menyadari ia pasti sudah membuat membernya kalut. Tetapi sungguh, ia hanya ingin menumpahkan keluh kesahnya pada satu-satunya orang yang ia percaya di dunia. Walaupun kini, orang itu pun telah pergi meninggalkannya. Mark menggelengkan kepalanya.

"Jangan berkata begitu. Merepotkan apanya," ungkap Mark, justru membuat Jaemin semakin merasa bersalah.

"Ada yang ingin Nana ceritakan?" tanya Mark. Jaemin terdiam. Ia menimbang-nimbang sebentar, tetapi ketika ia hendak membuka pembicaraan, tatapannya yang bertemu dengan mata Mark justru membuatnya bungkam. Ia merasa ragu. Lagi-lagi ia merasa takut bahwa yang ia ceritakan akan berlebihan bagi orang lain.

"Tidak ada, hyung," kata Jaemin akhirnya. Mark melebarkan mata. Ia tahu Jaemin berbohong, secara terang-terangan. Ia berusaha sabar. Mark juga lelah, mereka baru saja pulang dari jadwal yang padat.

"Lalu kenapa kau pergi ke makam Hyunjin, Na?"

"Hanya rindu,"

"Tidak mungkin. Bukankah kau selalu menghubunginya untuk bercerita?" tuntut Mark. Jaemin bungkam. Ia tidak berani menatap mata Mark secara langsung. Mark menggenggam tangannya erat. Bagaimana cara ia mengerti jika Jaemin tidak mau mengatakan apapun?

"Hyung tidak akan tidur kalau kau tidak mau mengatakan alasannya," kata Mark tiba-tiba. Ia harus meluruskan masalah hari ini. Ia takut Jaemin akan menghilang tiba-tiba lagi jika ia tidak tahu sumber masalahnya. Ia tidak ingin Jaemin memendam seluruh bebannya sendirian. Tetapi ia tidak menyadari bahwa dirinya terlalu buru-buru.

See You Again Next Winter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang