Chenle menatap keluar jendela kamarnya dengan tatapan menerawang. Salju turun dengan lebatnya hari ini. Suasana sekitarnya didominasi oleh warna putih salju, dengan angin kencang yang sesekali bertiup, memukul kaca, membuat kaca tersebut bergetar sesekali. Ia berdecak. Mengapa musim salju tahun ini terasa lebih panjang dari biasanya?
Chenle menunduk. Akhir-akhir ini pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran. Setelah makan malam bersama orangtuanya hari itu, ibunya mengatakan sang ayah mulai banyak mengunjungi agensinya. Ayahnya benar-benar serius dengan ucapannya.
Apakah ayahnya tidak pernah melihat penampilannya bernyanyi dan menari di panggung? Apakah lagu yang pernah Chenle rilis bersama NCT Dream tidak berhasil menyentuhnya sama sekali? Chenle menghela nafas. Ia benar-benar tidak ingin pergi. Mengurus Perusahaan bukanlah suatu pekerjaan yang ia sukai. Ia lebih suka bernyanyi dan menari dengan bebas, suatu hal yang tidak disukai ayahnya.
Membernya tidak tahu apapun tentang perjanjiannya dengan sang ayah. Jika ayahnya tiba-tiba mengeluarkan pernyataan secara sepihak, mereka pasti akan terkejut. Ia mengusap wajahnya kasar, berusaha berpikir keras mencari kemungkinan yang bisa ia lakukan untuk mencegah ayahnya mengajukan pemutusan kontrak secara sepihak. Ia yakin ayahnya lebih dari mampu membayar dendanya. Tetapi setelah itu, karir keartisannya akan tamat selamanya. Ayahnya tidak akan mengizinkannya masuk ke dunia itu lagi. Agensi lain juga akan berpikir dua kali saat merekrutnya, apabila sikap ayahnya tidak berubah.
Ada satu hal yang membuat Chenle semakin sedih. Ia harus meninggalkan member, orang-orang yang tidak hanya sekedar rekan kerja, teman, ataupun sahabat. Sejak kecil, orang-orang mendekatinya hanya karena latar belakangnya. Belum pernah sekalipun ia mempunyai teman yang benar-benar tulus. Kepribadiannya menjadi sangat dingin, apalagi ketika dulu seorang teman yang paling ia percaya menyebarkan rumor buruk di belakangnya. Hubungan dengan keluarganya juga sangat kaku, tidak hangat seperti keluarga pada umumnya.
Tapi pandangan Chenle tentang arti ketulusan berubah, ketika pertama kali masuk agensi sebagai trainee, Renjun mendekatinya dan memberikan beberapa bungkus jelly. Saat itu Chenle hanya menatapnya bingung, tetapi Renjun yang tidak mengetahui apapun tentang Chenle hanya menyuruhnya makan, sebelum ketahuan pelatih. Lantas ketika ia masuk grup debut, semua member memperlakukannya seperti teman pada umumnya, tidak peduli latar belakangnya. Dari situ Chenle bisa merasakan ketulusan mereka. Chenle mulai mempercayai membernya, lebih dari siapapun.
Setelah 5 tahun berlalu, persahabatan mereka semakin erat hingga terasa seperti saudara kandung. Ia teringat masakan Jaemin, Haechan, bahkan ibu Haechan yang terasa berbeda dengan makanan di rumahnya. Apakah karena mereka memasak dengan cinta? Bahkan nasi dan kimchi saat selesai latihan pun bisa menjadi salah satu makanan yang menggugah seleranya. Mengapa rasanya beribu kali lebih nikmat dibandingkan steak mahal ataupun caviar sekalipun?
Chenle kembali teringat kejadian tempo hari, saat terjadi pertengkaran dan tanaman Jade Plant di ruang tengah pecah. Ia teringat saat Jaemin tampak putus asa hingga bahkan kehilangan harapan, seolah tidak ada akhir yang baik untuknya. Chenle mengusap air matanya yang tiba-tiba saja jatuh. Kini ia paham alasan Jaemin kehilangan harapan. Kisah ayah Jaemin yang masih menyiksanya hingga sekarang membuat Chenle mengerti makna perkataan Jaemin hari itu. Tapi Chenle tidak rela jika Jaemin hancur lebih dari ini. Ia takut berita tentang pemutusan kontraknya akan semakin menyakiti Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
See You Again Next Winter [✓]
Fanfic[COMPLETED] Jaemin kehilangan kepercayaannya pada siapapun hingga member harus berusaha keras meyakinkannya, bahwa mereka tidak akan pernah pergi dari sisinya. "Jika dunia masih memusuhimu sekalipun, kami tidak akan menjadi bagian darinya, sampai ka...