Setelah tragedi yang terjadi pada ibunya, Jaemin sempat tinggal di rumah bibinya, adik dari ibunya, Tiffany Hwang. Keluarga bibinya sangat menyayanginya, menganggapnya anak sendiri. Tetapi mereka tetap keluarga asing yang jarang Jaemin temui.
Berbagai macam pengobatan telah dilakukan. Banyak psikiater ia datangi hanya untuk mendapatkan obat yang tidak menyembuhkannya. Ia tidak meminum obatnya dengan benar, berujung pada kondisinya yang terus menerus tidak stabil. Hatinya yang patah dan hancur membuatnya enggan untuk memikirkan kemungkinannya untuk sembuh. Pada akhirnya, ia membiarkan kemanapun arus hidup membawanya pergi.
Beberapa bulan setelah debut, Jaemin terpaksa hiatus karena kejadian yang menimpa ibunya. Setelah tragedi itu, keputusan agensi tidak berubah, membuat Jaemin akhirnya membuat pilihan untuk tetap bergabung dalam grup yang kini membesarkan namanya, NCT Dream. Sejujurnya, pekerjaan idol berisiko memperburuk kondisinya. Hujatan penggemar, ekspektasi tinggi penonton, latihan intens yang sangat ketat, Jaemin harus siap menerima semua itu. Tetapi Jaemin menyukai saat dirinya sangat sibuk. Ia bisa melupakan kejadian yang membuatnya trauma, sedikit demi sedikit, teralihkan oleh kegiatan yang ia lakukan. Satu hal lagi, melihatnya menjadi penyanyi atau artis adalah salah satu keinginan ibunya.
Jaemin keluar dari kamar, lantas mengambil semprotan tanaman Mark dan membawanya ke tanaman yang Mark berikan padanya. Ia semprotkan air itu sedikit demi sedikit pada daunnya satu persatu. Jaemin tersenyum kecil. Pantas saja Mark sangat menikmati saat-saat menyiram tanaman kesayangannya. Melihat dedaunan hijau yang penuh dengan air membuatnya ikut merasa disegarkan.
"Kenapa lagi, Ma? Bukankah kemarin sudah?" tanya Renjun yang tiba-tiba lewat dengan ponsel menempel di telinganya. Jaemin hanya mengamati Renjun yang berjalan cepat ke arah balkon, lantas menutup pintu balkonnya. Jaemin menatap semprotan yang hendak ia kembalikan ke samping tanaman Mark, tetapi tidak jadi. Tampaknya Renjun sedang butuh waktu menyendiri. Jadi Jaemin meletakkan semprotan itu di meja kaca ruang tengah untuk sementara waktu dan bergegas kembali ke kamarnya.
Di sisi lain, Renjun yang duduk di bangku teras balkon berdecak berulang kali. Ibunya sedang menjelaskan panjang lebar apa yang dimaksudkannya, tetapi Renjun tampak mendengarkan dengan helaan nafas lelah.
"Bisakah Mama berhenti membentuk usaha baru lagi? Aku sudah berjanji akan membiayai hidup kalian, aku masih bisa Ma. Usaha Mama selalu rugi dan bangkrut," tutur Renjun. Ibu Renjun memang sangat gigih membentuk usaha, gigih ke arah yang salah. Renjun tahu ibunya tidak berbakat membentuk usaha. Berkali-kali bangkrut, tidak membuat beliau jera. Padahal ayahnya sering mengatakan untuk tidak lagi mengirim modal pada mereka.
Renjun yang sangat menyayangi kedua orangtuanya, tidak mungkin membiarkan mereka terlilit hutang, jadi ia memberikan semua bantuan yang mampu ia berikan. Bahkan rumah yang sekarang ditinggali orangtuanya, itu juga hasil jerih payahnya.
"Mama tidak ingin bergantung padamu, Renjun," kata-kata ibunya yang terlontar membuat Renjun hanya mampu terdiam. Ketika teman-temannya menyiapkan tabungan untuk masa depan, Renjun belum bisa melakukannya hingga sekarang. Sebagian besar tabungannya masih digunakan untuk membiayai usaha yang terus dirintis oleh ibunya. Tetapi Renjun lebih dari sekedar rela. Ia hanya berharap suatu saat nanti, kegigihan ibunya akan membuahkan hasil yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
See You Again Next Winter [✓]
Fanfiction[COMPLETED] Jaemin kehilangan kepercayaannya pada siapapun hingga member harus berusaha keras meyakinkannya, bahwa mereka tidak akan pernah pergi dari sisinya. "Jika dunia masih memusuhimu sekalipun, kami tidak akan menjadi bagian darinya, sampai ka...