---
"Don't you worry. Cause everything's gonna be alright."
---
"Justin..." Gadis itu mengulangi ucapan lirih yang terlontar dari celah bibir pucatnya. Apa? Telinga Justin langsung berjengit seketika begitu dia mendengar sebuah kata yang diucapkan oleh gadis itu. Justin menghela napas seraya menggigit bibirnya. Gadis itu menyebut namanya—oh well, dia menyebut nama 'Justin', dan laki-laki yang memiliki nama Justin di penjuru United States bukan hanya dirinya. Tapi mengapa Justin merasakan sebuah desir yang amat kuat seakan mengaliri dadanya begitu dia mendengar ucapan lirih yang terlontar dari gadis yang tengah tidak sadarkan diri itu?
Mungkin dia bisa bertanya pada Waverly besok pagi, setelah kesadaran gadis itu benar-benar pulih. Justin menghela napas untuk yang kesekian kalinya dan baru berpikir untuk tidur ketika sesuatu terasa mengusik benaknya. Mungkin akan lebih baik jika dia menceritakan ini semua pada Zayn. Ya, Zayn perlu tahu—selain Justin sendiri memang ingin bercerita kepada sahabatnya. Tidak ada salahnya jika dia mengirimkan e-mail pada Zayn karena pada kenyataannya Justin nyaris tidak pernah membalas e-mail yang dikirimkan oleh Zayn semenjak dia tiba di Vegas. Bukan sebuah keputusan yang buruk, pikir Justin. Laki-laki berambut cokelat terang itu sedang akan melangkah keluar ruangan ketika gadis yang masih terbaring diatas ranjang itu kembali menyebut namanya.
"Justin..."
Astaga. Justin meneguk ludahnya begitu dia merasakan jantungnya seakan dipacu dua kali lebih cepat. Tanpa berpikir dua kali, pria itu membalikkan tubuhnya dan melangkah mendekati gadis itu. Ekspresi wajah gadis itu tampak lelah, dan pucat—seolah-olah dia tengah mengalami mimpi yang begitu panjang dan melelahkan. Justin naik ke atas ranjang dan menyeka titik-titik keringat yang bermunculan di dahi gadis itu. Reaksi Waverly—atau siapapun namanya—justru tidak membuat tenang Justin. Gadis itu tampak menggeliat resah dalam ketidaksadarannya dan membuat Justin mulai berpikir akan sesuatu yang bisa menenangkan gadis itu.
Sebuah ide mendadak terlintas dalam benak Justin.
Pria itu membungkuk, kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga gadis yang masih terbaring dengan mata terpejam itu dan membisikkan sebuah kalimat. Hanya sebuah bisikan. "Sshhh, I'm here. I'm here... Spring." Justin menggigit bibir sebelum akhirnya mengangkat wajah dari telinga Waverly. Sebuah kesakitan yang amat sangat menghunjam ulu hati pria itu, yang membuat Justin meremas dadanya, berharap remasan itu dapat menghilangkan lubang yang terbentuk dalam hatinya. Tapi tidak bisa. Dia tetap merasa sakit.
Dan jauh di dalam hatinya Justin berharap bahwa gadis itu benar-benar Spring. Bahwa mungkin saja gadis itu punya alasan yang cukup bagus untuk membohonginya. Bahwa gadis itu sebenarnya masih hidup...
Bahwa Spring sesungguhnya adalah gadis yang kini terbaring tepat di sebelahnya...
Ya, Justin rasa dia punya banyak harapan yang dia tiupkan dalam buih doanya malam ini. Dan semua harapannya berpusat pada gadis itu. Waverly Brown. Atau... Spring Rutherford?
Justin pikir dia harus mencari tahu. Secepat mungkin.
***
Zayn Malik tercengang begitu dia membuka kotak masuk dalam akun surat elektroniknya. Ada dua e-mail yang baru saja masuk ke dalam kotak masuknya—tidak, Zayn bukannya terkejut karena dia mendapatkan dua e-mail, karena pada faktanya Zayn biasa mendapatkan lebih dari lima belas e-mail baru setiap hari. Pengirim e-mail yang kurang kerjaan itu siapa lagi kalau bukan kekasihnya sendiri, Caitlin Beadles. Caitlin sama isengnya seperti Zayn, dan seringkali mengirimkan e-mail yang berbunyi 'I Love You' dalam delapan e-mail yang berbeda, dan di setiap e-mail hanya berisi satu huruf yang bila isi kedelapan e-mail tersebut digabungkan maka akan membentuk kata 'I Love You' secara sempurna. Benar-benar iseng dan kurang kerjaan. Namun Zayn merasa bahagia, karena keberadaan Caitlin selama ini telah mampu menutup lubang dalam hatinya. Kunjungannya ke Kitten Club jadi jauh berkurang sejak dia bersama dengan Caitlin karena mereka terlalu sibuk menghabiskan waktu untuk kegiatan yang konyol. Seperti bermain Truth Or Dare. Pernah suatu kali Caitlin menyuruh Zayn pergi ke arena kolam renang umum dan memakai ban kuning dengan moncong bebek. Caitlin tertawa puas kala itu, karena Zayn sukses menjadi tontonan gratis di arena kolam renang umum tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust (Sequel of The Dust) by Renita Nozaria
Fanfictionthis story is NOT mine